26 Desember 2010

Sederhana

Hukum last but not least selalu benar, begitu juga sebaliknya -apapun yg mendasari itu. Sifat kodrati yg berlaku untuk semua makhluk. Terik matahari yg angkuh akan tampak sederhana ketika senja mulai menutup tirai untuknya. Selalu, di atas keangkuhan makhluk manapun terdapat makhluk lain yg bisa lebih angkuh.

Di antara palung laut yg terdalam selalu ada palung yg lebih dalam. Percayalah. Jika tidak, coba saja ukur sendiri. Orang menetapkan sebuah palung sebagai yg terdalam karena sesungguhnya dia tidak dapat mengukur palung lain yg lebih dalam. Kita pun tidak akan pernah tahu apa yg hidup di dalamnya. Baru bisa tahu jika kehidupan itu muncul ke permukaan. Itupun kalau tidak luput dari mata kita.

Doa manusia yg besar selalu menjadi sederhana bagi Sang Khalik. Bahkan kadang menjadi sederhana juga di mata manusia lain. Wajarnya, karena orang lain sadar doa tersebut akan menjadi sederhana bagi Tuhan. Karena doa tersebut banyak dipanjatkan oleh orang-orang yg lain juga.

Sedangkan ketika kita panjatkan doa yg sederhana kadang kita berpikir, "bukankah kita diperintah berdoa, kalau begitu kenapa harus doa yg sederhana." Tapi biasanya kita segera menemukan jawaban yg melegakan. Karena doa besar tidak selalu menjadi sangat mulia bagi kita sendiri. Sedangkan doa yg sederhana lebih mudah terbebas dari perasaan kecewa.

Jadi, saya pikir lebih baik doa yg sederhana dengan ikhtiar yg besar. Doa yg sederhana adalah kemampuan hati kita menempatkan doa sebesar apapun pada lay-out yg kecil, kemudian mengajukan proposal kepada Tuhan Yang Maha Besar untuk mengharap ACC. Tapi hati-hati, jangan sampai doa biasa menjadi besar karena hati kita tidak mampu mengemasnya menjadi sederhana.

Kawan, pernahkan kita memanjatkan doa sederhana untuk sesuatu yg sederhana? Karena akan menjadi nikmat luar biasa ketika terkabul.

25 Desember 2010

Retorika Pasivis Kampus

Beberapa waktu lalu kami menggagas pendirian kelompok diskusi di Politeknik Negeri Semarang (Polines). Awalnya kami sepakat memberikan nama Gerakan Pasivis Kampus. Namun sepertinya kata "Gerakan" terlalu membebani aksi kelompok ini. Terdengar agak radikal. Kemudian muncul ide untuk menggantinya dengan kata "Retorika", menjadi "Retorika Pasivis Kampus". Ketika nama tersebut disepakati, kelompok ini resmi terbentuk. Tidak membutuhkan AD-ART, STO, dan tetek bengek lainnya.

  • Retorika
Menurut paham kami, retorika berarti menggunakan bahasa yg mungkin persuasif dan efektif untuk berkampanye. Tidak sampai di sana saja, kami serius mencari referensi kamus-kamus bahasa. Dalam Kamus Prima Bahasa Indonesia yg disusun oleh Priyo Darmanto dan Pujo Wiyoto, retorik artinya [2] ucapan, tulisan/yg nampak hebat tetapi sebenarnya ... tidak berarti apa-apa. Tepat sekali dengan pemikiran kami. Bahwa mungkin kelompok ini dipandang tidak berarti apa-apa -di samping keefektifannya atau malah sama sekali tidak efektif. Kami siap menghadapi sinisme dan sentimentil siapapun.

Istilah retorika dikenal pertama kali oleh bangsa Yunani kuno. Pada waktu itu retorika identik dengan pidato politik. Persis dengan tujuan kelompok ini yaitu berpropaganda. Kalau dulu di Yunani retorika berarti seni berpidato untuk mempropaganda simpatisan, kami akan melakukannya dengan tulisan. Dewasa ini retorika memang lebih dikenal dengan tulisan -seiring perkembangan teknologi yg mempermudah penyampaian informasi.

Dengan menggunakan bahasa yg agak susah dipahami, sehingga wajar saja ada pendapat retorik merupakan kata/kalimat yg sebenarnya tidak berarti apa-apa. Karena kata tersebut dapat diganti dengan kata biasa dan lazim dalam percakapan biasa. Namun kata yg susah dipahami itu pun digunakan karena alasan kuat. Kadang kata biasa tidak cukup mewakili apa yg dimaksud. Sedangkan 1 kata retorik bisa mewakili satu/lebih kalimat biasa. Dengan demikian kata retorik disamakan dengan kata efektif.

  • Pasivis
Kami memilih kata pasivis karena di dalam kampus manapun terdapat istilah aktivis. Ya, di dalam kehidupan mahasiswa memang dikenal terminologi aktivis. Aktivis umumnya terikat AD ART, STO, Proker, dan tetek bengek lainnya. Intinya, organisasi selalu memberikan ruang sempit dengan segala urgensi.

Secara goblok-goblokan, pasivis adalah lawan dari kata aktivis. Memang. Meskipun tidak seradikal paham kiri jalan yg bergerak melawan kaum kanan jalan pada 1926 sampai 1948, tapi Gerakan Pasivis Kampus memang sedikit melawan arus. Dengan semangat integratif, Retorika Pasivis Kampus berusaha mengcover pemikiran-pemikiran mahasiswa yang ingin disuarakan tanpa terjerat jaringan tetek bengek apapun.

Itulah alasan kami menggunakan kata pasivis. Lagipula aktivis kampus Polines memang jarang mendiskusikan materi-materi tertentu yg banyak dan lazim didiskusikan oleh aktivis-aktivis kampus lain. Sepanjang pengalaman memang begitu.

  • Kampus
Tidak perlu dijelaskan apa artinya, hanya perlu sedikit penegasan bahwa kampus yg dimaksud adalah Politeknik Negeri Semarang (Polines). Penjelasannya telah dibahas pada bagian pasivis paragraf ke tiga.

Dari semua dasar tersebut diatas, kemudian kami memberikan semacam sub-title: Menukangi Pemikiran yang Tidak Banyak Disuarakan Aktivis Kampus (Polines). Dan sebuah jargon: Fight and Free!

Kami anti intervensi dan konspirasi. Kami bebas dari tunggangan golongan/kelompok/institusi/birokrasi/partai politik manapun.

Aksi kami adalah menerbitkan buletin yg selanjutnya ditempel pada mading-mading yg ada di Polines. Isi buletin Retorika Pasivis Kampus bermacam-macam dan bebas sesuai keinginan tukangnya (Simpatisan kelompok ini disebut tukang). Tujuannya jelas, propaganda. Penulis materi dalam buletin bertanggung jawab penuh atas tulisannya, karena itu disertakan pula identitas penulisnya. Edisi 1 telah terbit akhir tahun 2010 tepatnya bulan Desember. Edisi berikutnya akan terbit pula tapi tidak ditentukan deadline penerbitannya.

Kami menerima tulisan-tulisan warga kampus untuk diterbitkan. Isi materinya bebas. Boleh cinta, politik, ekonomi, sosial, budaya, seputar kampus, apapun. Dengan catatan, identitas penulisnya harus jelas. Artinya bisa dihubungi alamat penulisnya.

Ideologi manapun berhak hidup, meskipun cuma dalam jiwa pemiliknya. Ketika ideologi mendesak untuk erupsi, maka biarlah meledak sekuat-kuatnya. Barangkali tidak sedahsyat gunung merapi, setidaknya aman dari sakit perut. Bayangkan saja saat kentut tertahan gengsi yg egois, maka "bumsss" nikmat tak terhingga ketika merdeka seperti ban melindas paku. Ketika tak satupun organisasi mampu mengakomodasi sebuah konsep, pilihan pertama adalah diam. Namun seperti dikatakan Goenawan Mohamad bahwa diam tidak memiliki substansi apa-apa kecuali diam itu sendiri. Pilihan kedua dan barangkali yg terakhir adalah independensi. Retorika Pasivis Kampus adalah kelompok diskusi yg independen.

FIGHT AND FREE!

23 Desember 2010

Resah Asasi Manusia

Resah itu kembali datang. Kadang aku resah menyaksikan pelanggaran kemanusiaan, kehidupan sosial & politik, ekonomi, dan lain-lain. Kali ini sang resah dibawa kasus klasik dan tertua yg pernah mengusik. Emosional, yg paling asasi, dan juga yg paling dalam.

Aku pernah muak dengan emosi ini. Bukan hanya karena terlalu banyak menyiksa, juga karenanya orang bisa sembarangan menyimpulkan yg mereka tidak benar-benar paham. Dan itu lebih menyiksa dibanding apapun dari emosi ini. Lebih dari sekedar senyum kecut yg pernah ada di wajahku. Yang mereka tidak akan pernah mengerti apa yg dikemas di dalamnya. Mudah saja mata awam menilaiku biru yg sebenarnya tampak abu-abu. Menyebalkan.

Memang semua salahku. Karenaku sendiri. Tapi adilkah anak manusia mengurung saudaranya di dalam sangkar yg jauh dari peradaban. Tidak bolehkah seorang residivis menjadi pahlawan. Setidaknya untuk diri sendiri. Apakah dunia hanya milik orang-orang yg dianggap suci dan menganggap dirinya suci. Padahal (mereka) penghuni black list tidak selamanya tersangka yg hakiki. Hanya kadang mereka gagal menunjukkan kebenaran, karena dipecundangi pembenaran. Hukum memang terlalu alot.

Dengan segala pembenaran yg telah menjadikanku residivis, tidak akan membuatku berhenti berjuang untuk menghapus tinta merah dari dalam rapor kehidupanku dan membuktikan kebenaran yg lebih mulia daripada yg mereka punya. Sabotase dan manipulasi tidak akan menjegalku berlari. Takkan ku biarkan. Karena aku tahu aku punya kesempatan.

Hingga hari ini pun aku masih mengejar kesempatan itu. Dengan lebih hati-hati tentunya. Akan kubuktikan bahwa aku orang yg teguh, prinsipil, berkomitmen, determinis, dan tidak sembarangan.

Aku tidak ingin dunia berubah agar mengubahku, tapi aku ingin berubah untuk mengubah dunia.

20 Desember 2010

Analogi Pandangan Erich Fromm

Kali ini saya akan mencoba mengurai pandangan seorang Psikoanalisis Jerman, Erich Fromm, yg ditulis dalam buku Escape from Freedom. Fromm menjelaskan bahwa “otoritas merupakan hubungan superioritas dan inferioritas.” Jadi, dalam ranah kekuasaan ada yg disebut dengan superior dan inferior. Inilah otoritas. Dan macam otoritas ada 2; Rational Authority dan Inhibiting Authority.

Rational Authority adalah hubungan superior dan inferior atas dasar kehendak baik. Semacam kompetensi timbal balik positif untuk berkembang. Sedangkan Inhibiting Authority merupakan hubungan yg menghambat. Didasarkan pada kekuasaan semata dengan memisahkan moral daripadanya. Meminjam kosa kata Friedrich Nietzsche, akan tercipta 2 golongan utama yaitu tuan dan budak. Golongan tertindas akan semakin diperbudak golongan tuan. Dan dalam hubungan tidak sehat ini golongan budak bisa selamanya menjadi budak tanpa ada kesempatan keluar dari situasinya. Si budak adalah semua yg dikuasai oleh pemilik kekuasaan.

Sebaiknya kita mengingat Rezim Orde Baru yg dikuasai Soeharto untuk menyegarkan pemahaman. Soeharto adalah superior dan rakyat Indonesia adalah inferior. Akhirnya membuat kaum tertindas menumpuk kebencian. Akan tetapi ada kalanya perasaan itu diganti menjadi sebuah kebanggaan –kebanggan tidak rasional.

Agus Santosa, dalam bukunya pernah menuliskan contoh, “tidakkah baik dipimpin manusia super? Apa salahnya mematuhi seorang yg baik dan sempurna?” Pernyataan tersebut adalah manuver kata yg dilontarkan oleh golongan budak yg frustasi. Bisa disimpulkan bahwa pernyataan tersebut merupakan manifesto kekalahan.

Erich Fromm mengatakan bahwa hal ini mempunyai 2 fungsi; “pertama untuk mengalihkan sakit dan bahaya dari perasaan benci, dan kedua untuk mengurangi perasaan terhina” Tendensi seperti itu bisa menjadi kompensasi rakyat yg sudah frustasi.

Jika seseorang masih mengagung-agungkan kekuasaan perbudakan yg lalu, kemudian membandingkan dengan pemeintahan sekarang yg lebih bersih, bisa dipastikan orang tersebut adalah orang yg tidak rasional, atau sama sekali bodoh pengetahuan rasionalnya. Kebanggaan yg begitu adalah pelarian atas frustasinya dengan keadaan yg sekarang tanpa ada optimisme untuk berubah menjadi lebih baik.

Hanya orang bodoh yg mau diperbudak. Dan perlawanan adalah satu-satunya cara menghapus perbudakan. Soekarno, Hatta, Sjahrir, bahkan Tan Malaka dan Musso, mereka melawan untuk memperjuangkan kehidupan yg bebas.

Sebenarnya mereka yg terlalu bangga diperbudak adalah orang-orang yg tidak menyadari bahwa para penguasa hidup dalam menara gading dengan segala kemewahan yg timpang dengan kehidupan mereka.

18 Desember 2010

Berhenti Menjadi Miskin

Menjadi orang kaya. Saya yakin kalimat tersebut selalu terselip di dalam doa semua orang. Padahal Bob Sadino -seorang pengusaha ternama di Indonesia yg kekayaannya sudah tidak diragukan lagi- berkata “emang enak jadi orang kaya?!”. Bahkan dalam sebuah buku tentang Om Bob dituliskan bahwa dia memilih menjadi miskin. Apapun, kenyataannya dia memang kaya.

Mengapa ada orang kaya? Jawabannya sederhana; karena ada orang miskin. Dua hal dikotomis yg selalu hidup berdampingan. Karena mustahil ada orang disebut kaya jika tidak ada yg disebut miskin atau minimal kurang kaya. Begitu juga seballiknya.

Kekayaan tidak hanya diukur berapa harta yg dimiliki. Tapi juga dibandingkan dengan orang-orang yg lainnya. Misalnya orang dikatakan kaya jika memiliki tabungan minimal IDR 50juta. Ternyata semua orang di dunia mempunyai tabungan paling sedikit IDR 60juta. Sekarang siapa yg miskin?

Hal tersebut mungkin saja terjadi, karena nilai uang terhadap barang/jasa tidak selalu sama. Atau daya beli uang bersifat fluktuatif (naik turun). Banyak yg mempengaruhi. Jika dulu dengan IDR 2000 kita bisa membeli 1 kg beras, sekarang harus membayar IDR 6000 untuk mendapatkan 1 kg beras. Hukum tersebut juga berlaku untuk mengukur kekayaan dengan satuan barang. Jadi, parameter kekayaan adalah perbandingan (ratio), bukan kuantitas. Kualitas aset lebih berharga daripada jumlahnya.

Sekarang saya berani mengatakan bahwa kualitas aset dunia nilainya selalu tetap. Bagaimana bisa begitu? Misalnya kuantitas aset orang kaya berjumlah 10, kuantitas aset orang miskin berjumlah 2, dan harga kebutuhan pada waktu itu 0,5. Jadi totalnya ada 12, perbandingannya 5:1, dan kemampuan aset saat itu bisa digunakan untuk mendapatkan 24x kebutuhan. Sepuluh tahun kemudian aset orang kaya berjumlah 15, sedangkan aset orang miskin 9, dan harga kebutuhan saat itu adalah 1. Mengapa 1? Wajar saja karena harga produk relatif seperti itu (fluktuatif mengikuti zaman). Kebutuhan tersebut tidak harus produk yang sama wujud/layanannya, tapi produk yg sama dibutuhkannya. Jadi total asetnya 24, perbandingannya 15:9, dan kemampuan aset bisa digunakan untuk membelanjakan 24x kebutuhan. Itulah kualitasnya. Kalau dulu orang dikatakan miskin karena pendapatan perbulannya dibawah IDR 100ribu, sekarang IDR 1juta pun jidatnya bisa distempel “MISKIN”. Sementara, itu kesimpulan diambil dengan generalisasi.

Kembali ke topik. Dengan demikian, semakin sedikit aset orang miskin, maka semakin banyak aset orang-orang kaya itu. Karena harta orang miskin yg lenyap akan masuk dalam kantong orang kaya. Siapa yg punya perusahaan-perusahaan besar, pabrik-pabrik, dll? Orang kaya. Dulu orang kaya memproduksi kebutuhan untuk memindah harta orang-orang miskin ke dalam rekeningnya, sekarang mereka lebih lihai lagi dengan memproduksi keinginan. Siapa yg mengkonsumsi produk keinginan? Paling banyak dikonsumsi orang miskin karena jumlahnya lebih banyak daripada orang kaya. Artinya, dengan kita berboros ria mengkonsumsi keinginan, kita telah memperkaya orang kaya, dan yang paling gawat kita telah memiskinkan diri sendiri.

Menurut sebuah temuan, pemilik PT Djarum merupakan orang terkaya di Indonesia. Perusahaan tersebut memproduksi rokok, dan konsumennya paling banyak adalah orang-orang yg lebih miskin –itu pasti. Mengapa dia kaya? Karena produknya laku dan dikonsumsi keras orang-orang yg lebih miskin. Semakin banyak orang miskin mengkonsumsi, semakin kaya pula dia, semakin kere pula konsumennya. Dan masih banyak contoh lain.

Demikian. Maaf kalau ternyata agak susah dipahami. Saya sendiri susah menggambarkan. Yang jelas, aset yg kita hamburkan akan memperkaya orang lain, yg akhirnya akan memperkaya orang yg lebih kaya dari kita. Kesimpulannya, berhenti memboroskan harta untuk memiskinkan diri sendiri. Hidup hemat adalah keputusan bijak.

17 Desember 2010

Melankoli Jumat

Benar kata Soe Hok Gie, tidur siang terlalu lama menjadikan senja terasa melankolik. Jumat sore, langit Desember yg khas menambah dramatisasi semakin sempurna. Tiba-tiba ingin mengisi playlist dengan satu album lagu-lagu Evo. Ingatan melayang ke SMS yg belum dibalas. Tidak biasanya. Mencoba membuka inbox, tidak ada. Tidak dibalas. Semakin melow saja rasanya.

Ah, dikagetkan gemuruh di atap. Mendadak hujan. Saya tidak yakin saya benar-benar sadar apa yg saya lakukan. Mungkin benar kata teman-teman; nyawa belum terkumpul. Tapi semakin membuat bingung. Memangnya berapa nyawa yg saya punya.

Saya tidak tahu apakah saya termasuk orang labil. Yg mudah mencari pelarian ketika resah. Saya berlari dengan menulis. Biarlah. Saya yakin menulis adalah pelarian paling positif yg saya bisa.

Mungkin mandi menjadi ide terbaik saat ini. Semakin sesak kalau semakin lama duduk begini. Paling pol kembali melamun. Saatnya mengakhiri tulisan. Selamat berakhir pekan. Selesai.

15 Desember 2010

Pagar Kayu dan Paku

Seorang anak yg masih belajar memahami esensi kehidupan mendapat pesan dari ayahnya. Sebuah pesan yang bisa diartikan sebagai hukuman -tepatnya menghukum diri sendiri. Hukumannya sederhana; setiap dia gagal mengendalikan diri (out of control), maka dia harus menancapkan paku di pagar kayu pekarangan rumahnya. Satu paku untuk setiap kegagalan.


Dalam satu hari bisa 5 kali dia memaku, meskipun kadang cuma satu. Paling banyak biasanya dilakukan sepulang sekolah. Kadang dia beradu mulut dengan temannya, kadang berprasangka buruk terhadap gurunya, dan lain-lain.

Sampai suatu hari dia berhasil menendalikan diri sehari penuh, kemudian melapor kepada ayahnya. Sang ayah tidak lantas memberikan hadiah. Ayah hanya memintanya untuk mencabut satu dari ratusan paku yg telah ditancapkannya sendiri. Hal tersebut dilakukan setiap hari. Syukurlah hatinya telah tertata dan legowo.

Namun tidak semudah itu. Satu minggu pertama dia merasakan kesulitan mencabut paku. Ternyata menancapkan lebih mudah daripada mencabut. Dia tancapkan dengan powerful, sehingga mencabutnya pun lebih susah.

Akhirnya habis sudah paku-paku yg telah ditancapkan. Dengan bangga dia kembali melapor pada sang Ayah. Ayah tersenyum dan mengajak dia untuk memperhatikan kayu pagar bekas pakuannya, kemudian berkata "nak, perhatikan kayu pagar ini! Itulah hati kita. Dia akan terluka oleh penyakit hati. Menancap kuat"
Anak menyela "tapi kita bisa mencabutnya kan Yah"

"tepat", sang ayah melanjutkan, "seperti kamu ketika mencabut paku-paku itu. Tidakkah kamu merasakan betapa susahnya mencabut paku yg telah kita tancapkan kuat. Begitu juga dengan hati kita, lebih susah belajar legowo daripada menancapkan penyakit hati"

Anak tidak bisa berkata apa-apa. Kalimat ayah menyambar telak ke titik emosionalnya. Hanya menyentuh permukaan kayu pagar dan mengusap-usap dengan jemarinya.

"satu lagi nak", kata Ayah, "pun kamu berhasil mencabut kesemuanya, bekasnya tidak akan hilang. Mudah saja kita melukai hati, tidak terlalu sulit juga untuk menyembuhkan, tapi mustahil menghilangkan bekasnya. Jagalah hatimu, jangan kau lukai. Dan jangan juga kau tancapkan paku di pagar orang lain, karena bekasnya tidak akan hilang. Itupun kalau yg punya pagar mau mencabutnya"

Sejak kejadian itu, pagar kayu pekarangan tidak pernah dirobohkan. Anak menjadikannya prasasti sampai berpuluh-puluh tahun. Kadang lupa merawat sehingga lumutan. Lubang bekas pakuannya tak hilang juga. Sampai rapuh karena panas dan hujan, tambah lagi dimakan rayap. Ternyata lubang bekas itu tidak seampuh apa yg dikatakan Ayahnya. Sekarang hilang sudah bekas-bekas tersebut. Bukan karena pulih menjadi kayu pagar yg utuh. Tapi karena lenyap dimakan usia.

10 Desember 2010

Tentang Masa Depan

Ini adalah sebuah curhat cengeng, ketika aku membayangkan apa yg akan terjadi nanti. Mungkin 2 tahun lagi, tiga tahun lagi, atau Cuma tahun depan. Aku mulai merasa kesepian, yg pasti akan kehilangan saat-saat seperti yg selama ini terlewati. Sekarang aku bergelut dengan semester akhir, dan apa yg menanti di baliknya. Bisa jadi kita berpencar ke 7 penjuru dunia seperti Dragon Ball.

Mungkin kita akan bertemu dengan keadaan yg tidak pernah dibayangkan. Seorang teman laki-laki menggandeng wanita hamil yg ternyata wanita itu juga teman lama. Mungkin kita akan melihat seseorang yg top di layar kaca, yg dulu sering pinjam uang. Apapun.

Sementara aku percaya kita tidak bisa selamanya hidup seperti sekarang. Meminta uang kepada orang tua untuk menghindari beban. Atau yg paling sederhana, hidup suka-suka kita dan merasa cukup diri sendiri untuk dipenuhi. Pada waktunya nanti kita harus meninggalkan itu semua. Meninggalkan teman, keluarga, dan kehidupan.

Mungkin nanti kita akan bertemu tapi saling asing. Mengingat sayup kenangan masa lalu tentang seseorang yg ada di hadapan kita, lalu bilang “iya aku ingat” meskipun tetap tak yakin itu siapa.

Yang paling menjengkelkan, mungkin akan bertemu teman lama dalam acara reuni, dengan membawa foto masa lalu dan memperlihatkan kenangan kumal itu. Kemudian kita akan berkata “ah orang yg pakai baju kuning ini aneh, udah kacamata segede raket, celananya merah, kulitnya gelap pula, udah kayak kaos kaki yg gak dicuci 2 bulan”. Teman kita akan menjawab “itu kan kamu dulu”, kemudian dengan gugup kita sedikit menghibur diri “ta..tapi keren juga ya”. Satu teman yg baik hati pun akan turut menghibur kita “kalau saja waktu itu kamu pakai helm full-face, pasti cakep deh”.

Tidak terbayangkan seberapa jadul kita nanti di mata masa depan. Dulu orang gaul beramai-ramai memakai celana cutbray yg saking lebarnya sampai bisa jadi kandang ayam. Sekarang rasanya Cuma klop buat dangdutan. Kemudian rambut klimis ala Rano Karno, yg sekarang Cuma nempel di dinding, di foto silsilah paling atas.

Orang sekarang menggunakan celana jins yg robek di dengkul. Mungkin besok orang lebih pintar, mungkin semua orang akan memakai helm lutut untuk melindungi otaknya.

Malah aku berpikir, gambar tokoh pada uang kertas bisa jadi “Syekh Puji”. Atau gambar gayus seperti ini


Masa depan itu tanda tanya. Begitu menurut orang yg mengaku pintar. Tapi bagi orang goblok sepertiku, masa depan itu konyol. Karena hanya di masa depan kita bisa menertawakan gaya serius kita yg sekarang. Kalau hari ini kita menertawakan kita yg sekarang, masa iya semua tertawa. Jadi rancu siapa yg ditertawakan siapa yg menertawakan. Lagi pula mana tega kita menertawakan diri sendiri. Semua pasti yakin dirinya tidak cukup aneh untuk ditertawakan. Meskipun kuliah dengan celana cutbray warna kuning dipadu dengan baju polkadot biru muda yg kancingnya dibuka sampai bulu dada terlihat. Karena ketika bercermin dia akan berkata “cool man!”

Generasi yg sekarang adalah generasi yg memimpin di masa depan. Tidak lucu juga sudah 30 tahun menjadi presiden masih mau eksis saja. Mungkin saja presiden kita nanti gaya rambutnya spikey dengan highlight warna orange kemerahan, yg bisa diduga pasti karena kebanyakan main layangan. Dan warna rambut Wapresnya kehijau-hijauan, itu pasti karena lumutan.

Bahkan sepertinya orang dulu lebih canggih dari sekarang. Nenek moyang kita bisa berkomunikasi meskipun dengan jarak ratusan kilometer. Kira-kira operator mana yg sudah berdiri. Tapi sekarang lebih jelas lagi, kita bisa berbicara dengan seseorang yg jaraknya sangat jauh dan seolah-olah dia berhadapan langsung dengan kita. Bagaimana dengan masa depan? Mungkin malah tidak seolah-olah lagi tapi langsung hadir ke hadapan. Jadi waktu ujian Nasional pengawasnya tidak perlu repot-repot meninggalkan hobinya untuk mengawasi ujian. Bisa ngemall sambil mengawasi mungkin.

Pernah membayangkan ada superhero macam Superman di masa depan? Dengan sempak di dalam tentunya, dan rambut yg lurus –mungkin dulu belum ada tukang rebonding. Tapi superhero tidak sesempit apa yg ada di mind-set kita. Tidak melulu berkelahi dengan copet, bajingan, jambret dst. Yg memperjuangkan nasib rakyat kan juga superhero. Mungkin pada waktu sidang mereka mengenakan kostum seperti catwoman. Atau dibentuk kabinet yg masing-masing menterinya memiliki warna kostum sendiri. Kemudian mereka memberantas kejahatan korupsi dengan menembakkan sinar laser yg keluar dari ikat pinggang sambil berteriak “pergilah ke neraka”. Pada suatu saat ada menteri yg tubuhnya seperti doyok. Tiap kali ada pemeriksaan dari polisi dengan membawa anjing pelacak, dia yg selalu menjadi sasaran utama. Anjing mana yg tidak bergairah bertemu dengan tulang, apalagi lihat sosis.

Tapi ingat kawan, kita mungkin menjadi orang-orang seperti itu nanti. Satu pesanku untuk diingat, larilah ke Singapura.

Semakin kesini semakin tipis juga rasa malu manusia. Bahkan urat kemaluannya nyaris putus. Eits, maksudnya urat rasa malu.tidak terbayang kalau yg putus beneran itu. Mungkin nanti orang dengan menutup matanya saja bisa bebas malu meskipun dengan telanjang bulat. Kalau sudah begitu yg mana yg dinamakan kemaluan, semua barangnya saja tidak ada yg membuatnya malu. Direkam dan disebarkan sambil berkata “ih unyuuuu”

Ah tambah ngelantur saja tulisan ini. Terbawa suasana. Yang jelas hari ini hari yg pasti kita rindukan nanti. Semakin yakin bahwa Pertemuan adalah Awal dari Perpisahan. Seperti tukang pos yg datang membawa surat, akan segera pergi dan pulang. Seperti lagu yg kudengarkan saat ini “Float-Pulang”.

02 Desember 2010

Curhat Cepu

Cepu merupakan sebuah kecamatan yang berada di dalam Kabupaten Blora, yang nyelip di pinggiran Jawa Tengah. Lazimnya, penduduk Kecamatan Cepu dikenal dengan sebutan “orang Blora”. Anehnya warga Kecamatan Cepu sepertinya lebih nyaman disebut sebagai “orang Cepu/Kota Cepu” ketimbang dengan embel-embel “Blora”.

Sebenarnya hal tersebut wajar, karena meskipun Cepu seperti kecamatan lain –kecil, tapi potensinya sangat besar. Potensi SDA sudah tidak diragukan lagi, kita mengenal Blok Cepu. Potensi SDM? Tidak kalah kaya dengan SDA-nya. Jiwa berbisnis warga Cepu cukup tinggi. Gak percaya? Buktikan sendiri; Kunjungi Cepu dan pusat Kabupaten Blora, menginap 2 hari (usahakan hari sabtu minggu). Coba amati –minimal 24 jam di Cepu dan 24 jam di Blora- kegiatan perekonomiannya, Cepu jauh lebih hidup ketimbang Blora. Bahkan banyak orang (bukan warga Cepu) yang mengatakan bahwa Cepu tidak terkesan seperti kecamatan di pinggiran pusat kabupaten.

Saya yakin Cepu adalah kecamatan teramai dan paling potensial se-Indonesia. Pasalnya saya belum pernah menjumpai yang seperti ini selain Cepu sih. Hahay.. –saya pikir tidak akan

19 November 2010

Gang Dolly, Empedu dalam Tubuh

Gang Dolly, sebuah kawasan di Surabaya yg orang bilang: tempatnya orang-orang "nakal". Orang munafik bilang mereka adalah sampah masyarakat yg rusak moralnya. Wajar saja anggapan itu melekat dan melabeli penghuni dan pengunjung gang tersebut. Sebagian orang bilang di sana pusatnya jual beli nafsu. Bahkan sebuah stasiun televisi swasta di Indonesia pernah memberitakan bahwa Gang Dolly merupakan tempat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara. Ini bukan prestasi Indonesia yg layak dibanggakan di mata dunia.

Sebenarnya kita tidak pantas mendiskreditkan mereka. Hanya saja kebudayaan kita memang memberikan nilai buruk terhadap prostitusi -mungkin seluruh kebudayaan di dunia-, dan sepertinya semua agama menentang praktek tersebut. Ini memperkuat label buruk pada mereka karena dasar negara kita yg pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua warga negara diwajibkan beragama, dan agama mengajarkan nilai baik dan buruk.

Tapi perlu diingat, prostitusi adalah salah satu organ kehidupan yg tidak bisa dipisahkan dari tubuh dunia. Ibarat manusia, prostitusi adalah empedunya, sedangkan dunia adalah tubuhnya. Di dalam tubuh ada organ-organ yang lain. Di dalam dunia ada organ masyarakat A, kebudayaan B, dst.

Kita tahu bahwa empedu itu pahit, beracun -karena empedu memproses racun. Jika empedu pecah, maka organ lain akan banyak tertular. Jantung bisa menjadi terkena getah empedu. Sama seperti empedu, prostitusi pun pahit dan beracun. Jika dibubarkan, kekhawatiran besarnya adalah; akan meracuni organ kehidupan yg lain. Karena racun seharusnya diproses di sana. Yg awalnya terpusat di lokalisasi, bisa jadi prakteknya dilakukan di lingkungan kauman, perumahan pejabat, dst. Akan lebih susah didata dan diawasi.

Tulisan ini sebagai manifestasi ketidaksetujuan saya atas penutupan Gang Dolly. Bagi saya itu bukan solusi, karena solusi seharusnya tidak menimbulkan masalah baru. Ingatlah, bahkan sejak jaman Rosul pun bisnis rumah bordir tidak pernah mati. Artinya, prostitusi itu memang organ kehidupan di dalam tubuh dunia. Organ tersebut akan mati bersama-sama dengan matinya dunia.

07 November 2010

Kemanusiaan Manusia dalam Menara Gading

Aku melihat dunia dengan segala air matanya. Berduka, seakan terpuruk di dalam fragmen kehidupan yang tiada henti menyibak rahasia. Kita sedang berdiri di atas imperium dengan satu dikte absolut, dan kita ditugaskan untuk memenangkan scene di bawahnya yang lebih elastis. Aku tahu ini tidak mudah. Aku tahu empatiku tidak cukup membantu -melunakkan duka yang mungkin telah membatu. Sedangkan simpati sebatas stipendiom yang kerdil. Bukannya aku hanya ingin duduk seperti ini, tapi karena aku pun gagal mengalahkan keadaanku sendiri. Seperti harlot menangisi teman yang senasib dengannya. Seperti tukang becak yang ingin pergi haji tapi harus menghidupi keluarganya. Keterbatasan, tugas, kewajiban, hasrat, dan kemanusiaan -semua diterjemahkan dalam imovabel yang sesal.

Tuhan, ringankanlah segala beban di sini dan di luar sana.

01 November 2010

Warung Kopi

Warung kopi adalah tempat ideal bagi semua orang berbagi cerita, utamanya jelata. Gosip jalanan yg kadang terdengar menyakitkan, penuh dendam, cinta, dan segala tawa. Post ini adalah obrolan ala Cepy yg biasa dijumpai di warung kopi. Sekedar ingin berbagi. Penggalan-penggalan monolog dan dialog yg dikemas dengan gaya bahasa Cepy. Sebisa mungkin yg membaca dibuat mengerti retorika yg mana yg ingin disampaikan, dengan tetap mengedepankan esensi tentunya. Selamat menyimak!



  • Aku item dari bawaan dari sono, bukan karena kecelup aspal, jadi susah dipermaks


  • Alasan dia enggan membalas SMS-ku: "malu mas, tulisanku jelek"

  • Setan akhirnya akan berkata: "sudahlah, sekarang manusia pun lebih setan dari kita"

  • Kenapa orang timur dikatakan lebih beretika dari pada orang barat:
    Sempak Superman pun dipakai diluar

  • Tujuan konversi minyak tanah ke gas:
    Menyiapkan mortir untuk menyerang Malaysia

  • Ciri-ciri orang waras: Setiap keluar rumah tidak lupa bawa otak

  • Aku pernah ditampar ketika menjemput teman facebook di terminal, namanya Gadis: "Apakah kamu Gadis?" *plak

  • Murid: Mulai sekarang kita harus membalut lutut kita rapat-rapat
    Guru: Lhoh?
    Murid: Ibu bilang otak kita di dengkul

  • Kenapa saya ditolak produser musik:
    "Muka lo dangdut mas"

  • Nek aku, golek cewek ora usah angel-angel, sing penting pantes diajak buwoh

  • Tips buat temen-temen yg bete liat program TV yg kampungan:
    Begitu programnya main, langsung timpuk pesawat TV anda dengan panci

  • Satu-satunya alasan yg bisa saya jelaskan kenapa saya begitu gemar minum kopi:
    Meskipun tidak lebih manis, setidaknya dia lebih hitam dari saya

  • Saya memang tidak suka hunting di pasar awul-awul/barang bekas/rombengan;
    Takut ditawar orang

  • Komentar orang tua saya ketika saya katakan bahwa saya ingin jadi penyanyi:
    "kentut aja fals mau jadi penyanyi"
    Saya berpikir:
    "sepertinya harus diganti kentut poliponik"

  • Tetangga saya membuatkan 2 kandang untuk 2 kerbaunya. Dia tidak mau ada kumpul kebo di rumahnya

  • Orang berlomba-lomba mencipta lagu untuk meluapkan perasaannya. Bengawan Solo meluapkannya dengan ngiler di Kota Cepu

  • Dari pada menjadi Sepatu Raja, aku lebih memilih menjadi Topi Petani. Meskipun tidak berharga di mata dunia, tapi lebih terhormat esensinya

  • Cah dasare ayu, diwedaki nganggo tepung beras jek ketok ayu ki jane nopo to?

  • Ingat pesan Ibu: "Kalo belanja, sebelum dibayar, dicoba dulu"
    Mendadak jadi pusat perhatian ketika sedang mencoba sempak di kasir

  • Dosen itu membanggakan segelintir mahasiswa yg aktif bertanya, dengan berkomentar pada kami:
    "hey kalian, kuliah diam saja. Contoh ini mereka yg aktif bertanya"
    Jawabku:
    "bahkan pertanyaan mereka pun bisa saya jawab"

  • Memang tidak sepatah kata pun keluar dari mulutku ketika melihatmu makan, hanya berusaha menelan ludah yg saat itu terasa alot

  • Orang bilang aku mirip Justin Bieber. Aku bilang TIDAK! Dia tidak seganteng aku, baru aku tahu tadi setelah ketemu di Warteg

  • Aku protes pada mbak penjual di Warteg:
    "mbak, tehnya kurang panas ah"
    "kurang panas ya mas?" sambil angkat sendal. Baru aku diam sambil meniup-niup gelas

  • "kamu gak laku ya mas?" dia meledek
    Ku jawab: "bukan, aku cuma gak mau pacaran sama cewek yg gak mau sama aku"

  • Dosen: Saudara, dasi saya warnanya apa?
    Jawabku: Merah muda pak
    Bantahnya: bukan, ini pink
    Batinku: WASUW!

  • Selesai salam dalam solat berjamaah, makmum sebelah saya bertanya "kok nunjuknya pake 2 jari tadi?"
    Saya jawab "tadi ada temen yg titip"

  • Kebanggaan orang yg otaknya geser:
    "satu-satunya hal yg gagal kuraih adalah menjadi sukses"

  • Mendadak kangen kamu ketika memandangi selembar uang kertas kembalian beli snack seharga Rp500 yg ku bayar dengan Rp1000

  • Tidak seperti Ibu yg suka ngomel ketika menjumpai acara TV yg kampungan, Ayah lebih jenius: NIMPUK TV PAKE REMOTE

  • Polisi itu meniup peluit kencang-kencang ketika aku semakin BERANI memacu motor setelah melihat warna lampunya MERAH

  • Aku mulai cari tahu tentang harga sewa satpam setelah kamu mengatakan:
    "jaga mulutmu!"


  • Aku masih geli kalau mengingat ekspresi satpam itu ketika bertanya "dari mana mas?"
    Ku jawab "dari keluarga baik-baik pak"

  • Di suatu area bemain
    "Adek, main mandi bola aja sana, jangan roller coaster"
    "Mandi? Adek kan gak bawa handuk, Mah"

  • Dijual: Behel bekas, harga nego

  • Sebagai lelaki aku hampir tidak tahu apa kelebihanku. Bahkan tinggi badan pun kurang.

  • Menjelang hari kurban, saya pikir saya harus menyelamatkan diri: POTONG JENGGOT

  • Kenapa semua serba CINTA sih?
    Kenapa gak RANGGA?

  • Motto apotek itu: Menyediakan Obat yg Tidak Ada di Apotek Lain
    Mbaknya "cari obat apa mas?"
    Kujawab dengan pertanyaan "Obat Ganteng ada?"

  • Andai tinggiku gak kurang dari 161cm, pasti sudah kupacari tu si Luna Maya


22 Oktober 2010

Bagaimana Menulis Itu

Saran buat teman-teman yg suka tanya sama saya “bagaimana menulis itu?”, adalah dengan menjadi diri sendiri. Sebenarnya pertanyaan itu totally salah alamat. Saya bukan penulis, bukan penyunting naskah, bukan redaktur manapun. Mungkin karena tulisan-tulisan saya terlanjur eksis dalam otak anda sehingga mindset anda menganggap saya adalah penulis. Celakanya lagi dianggap professional. Bukan, saya sama sekali bukan penulis professional. Meskipun memang ada tulisan-tulisan saya yg dimuat di media masa nasional, tapi sepeser pun saya tidak pernah menerima royalty dari siapapun. Lagi pula hidup saya tidak didedikasikan untuk menulis. Itu artinya saya memang bukan penulis professional. Dengan kata lain, profesi saya bukan menulis.
Karena pertanyaan itu ditujukan pada saya, maka saran-saran saya hanya akan berkutat pada area pengalaman pribadi saya. Mungkin terlampau subjektif dengan standar nilai saya. Tapi kita semua tahu, semua orang memiliki standar nilai masing-masing. Jadi, bandingkanlah dengan standar nilai anda. Tapi tidak perlu ada reaksi berlebihan jika ternyata nanti anda temukan pernyataan yg amat distortif dengan pendapat anda. Berikut sedikit saran dari saya.

Memang theme suggestion saya adalah menjadi diri sendiri, be your self. Tapi untuk menjadi diri sendiri dibutuhkan beberapa step dan proses. Manusia tidak terlahir dengan selera mutlak dan kemampuan laduni. Karena itu dikenal adanya identifikasi diri, pengembangan kepribadian, dst. Begitu lahir saya tidak serta merta memiliki selera bahasa dan kemampuan menyampaikan pesan. Butuh proses bertahun-tahun untuk menciptakan selera dan kemampuan saya, dan dengan keteguhan hati kemudian saya menyatakan “inilah diri saya”. Bagaimana saya menjadi pribadi yg sekarang, 2 tahun lalu, atau besok. Banyak influence variable-nya. Dan setiap orang pasti memiliki variable masing-masing.

Untuk menemukan ide, duplikasilah orang lain. Bukan soal. Seorang koki pandai memasak karena dididik di dapur, bukan di lapangan sepak bola. Biasakan diri anda dengan gaya penulis sesuai selera anda. Carilah referensi sebanyak-banyaknya. Dari artikel, puisi, lirik lagu, prosa, novel, apa saja. Dari sekian banyak referensi, temukan yg menurut selera anda unik. Mungkin dari 50 referensi ada 30 yg unik, atau bahkan hanya ada 3. Baca berulang-ulang sampai anda menemukan alasan mengapa anda menyukai tulisan tersebut. Pahami caranya memilih kata, menyusun kalimat, mengupas kasus, dst sampai anda mengerti perbedaannya dengan gaya tulisan yg tidak sejenis. Kemudian biarkan melekat pada otak anda. Baru anda menjelajah ke referensi lain.

Dari sana anda dapat membentuk keunikan sendiri. Hasilnya saya jamin, tidak akan sama persis dengan referensi anda. Bahkan bisa jadi melebihi referensinya. Sampaikan sesering mungkin bentuk yg anda dapatkan dengan apapun. Tugas kuliah, mencipta lagu, atau mungkin membuat gombalan untuk pasangan.

Untuk mendukung keunikan anda, perkayalah perbendaharaan kata. Saya sarankan kali ini di meja anda ada kamus-kamus tertentu. Jadi ketika ada kata yg terlalu sulit dijelaskan dengan bahasa Indonesia, carilah kata yg relevan dalam kamus. Cara ini sekaligus menguji kepandaian anda menemukan esensi kata. Andaikan kata yg akhirnya anda pilih pun tidak lazim, tidak jadi masalah sejauh anda dapat menerangkan substansinya. Dari sini tulisan anda akan terkesan lebih intelek.

Selanjutnya buatlah istilah sendiri. Istilah yg menurut anda “keren”. Seperti istilah “makelar kasus, mafia hukum, atau joki yg beraksi di jalur three in one”. Tapi berhati-hatilah menggunakan istilah. Jika dirasa susah dipahami maka perlu ada penjelasan di awal. Tahap ini peran kamus juga sangat dibutuhkan. Pilih sesuka anda yg penting relevan.

Tapi, satu-satunya cara agar tulisan anda terlahir adalah dengan berani. Jangan takut salah, meskipun harus ada kehati-hatian ekstra dalam menuliskan kalimat. Anda harus benar-benar paham esensi kalimat anda. Jangan khawatir tidak sesuai EYD, tapi harus dengan pertimbangan matang. Kalaupun harus melanggar EYD, itu bukan dosa. Bawa tulisan anda sesuai selera anda. Sense of art-nya sejalan dengan kemauan anda. Tidak perlu terlalu mempedulikan EYD atau tata bahasa. Yang penting enak anda baca dan cukup mengalir. Jangan takut dikritik, tapi siapkanlah jawaban dari kritikan yg mungkin muncul.

Untuk kasus yg diangkat dalam tulisan, tidak perlu kasus yg berat dan rumit. Ambil saja satu komponen kasus yg menurut anda sederhana. Tapi cari unsur terdalam kasusnya, atau putar otak anda agar kasus tersebut menjadi menarik untuk disimak. Dari satu kasus sederhana galilah kompleksitasnya.

Setelah itu, buatlah diri anda puas dengan hasil kerja anda. Jika belum puas, tidak ada salahnya direvisi. Dengan begitu anda telah menjadi diri sendiri. Menjadi diri sendiri memang butuh meniru, menjiplak, mempengaruhi, dan apapun namanya itulah proses membentuk diri. Pada akhirnya kita akan menemukan jati diri kita juga dengan cara apapun. Perlu saya ingatkan, seorang koki pandai memasak karena dididik di dapur bukan di lapangan sepak bola. Mana mungkin dia dapat membuat sambal jika sebelumnya belum pernah melihat cabai, bawang, garam, terasi dst.

Semua orang memiliki selera masing-masing. Dan bagi yg bertanya pada saya “bagaimana menulis itu?” mungkin karena seleranya seperti tulisan saya. Inilah sedikit jawaban yg bisa saya berikan sesuai pengalaman pribadi saya. Bukannya sok pintar, saya tahu banyak sekali penulis yg tulisan-tulisannya lebih hebat dari pendapat saya. Tapi piker tidak masalah jika saya berbagi pengalaman. Saya pun menggemari tulisan-tulisan orang lain. Bahkan tulisan orang yg jauh lebih muda dari saya. Karena selera saya memang harus begitu. Semoga bermanfaat.

19 Oktober 2010

Tembalang Padat

Aktivitas perkuliahan semester ini baru saja dimulai. Hampir serentak oleh seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia. Membuat banyak orang beramai-ramai memadati area kampus.

Saya menyororti daerah Tembalang-Semarang, karena saya mahasiswa Politeknik Negeri Semarang yg lokasinya di Tembalang. Di sini ada beberapa kampus; Universitas Diponegoro, Politeknik Negeri Semarang, Politeknik Kesehatan Semarang, dst.

Seperti area kampus lain, Tembalang mulai padat kendaraan. Tapi ada sesuatu yg sangat berbeda hari ini. Kepadatan lalu lintasnya nyaris tak terampuni (pada jam-jam tertentu). Tahun lalu, pada jam-jam biasa lalu lintas di Tembalang sangat lancar. Hari ini, pada jam biasa saja terlihat semrawut. Apalagi pada jam sibuk, kemacetan bisa sampai ratusan meter. Sangat panjang untuk ukuran Tembalang yg hanya memiliki jalan raya beberapa kilometer saja.

Tahun lalu, dari Jalan Baskoro Raya menuju Tirtoagung hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit. Beberapa hari yg lalu, saya harus bersabar terlibat dalam kemacetan sampai setengah jam lebih. Bayangkan, untuk jarak yg tidak lebih dari 500 meter saja harus berada di tengah deru kendaraan-kendaraan besi 3x lebih lama dari yg dibutuhkan pada kondisi normal. Mobil-mobil antre menunggu giliran untuk mendapat peluang menggerakkan roda. Semua linglung dan tidak berkutik. Kikuk. Belum lagi ketegangan yg sering tercipta akibat senggolan antar kendaraan.

Biar saya pertegas, kemacetan dari Jalan Baskoro Raya menuju Tirtoagung saya alami sendiri, dan dengan mengendarai sepeda motor. Bisa dibayangkan berapa lama jika mengendarai mobil. Berapa jam untuk menuju daerah Ngesrep.

Mulai semester ini Undip memindahkan beberapa fakultas yg dulu berada di Peleburan ke Tembalang (kabarnya, hampir seluruhnya akan dipindahkan ke Tembalang). Apapun alasannya, tidak diragukan, inilah yg paling layak dituding penyebab kepadatan Tembalang, utamanya kepadatan lalu lintas. Pasalnya, sebelum pemindahan ini, kemacetan lalu lintas di Tembalang langka dijumpai. Barangkali hanya 2x dalam setahun. Sekarang, hampir setiap hari selalu dapat ditemui antrean panjang kendaraan. Kemacetan ini tentu saja disebabkan kenaikan volume kendaraan di Tembalang.

Jika kepadatannya disebabkan pemindahan Undip, lalu apa penyebab kemacetannya? Apakah karena Undip tidak memperhitungkan daya tampung infrastruktur Tembalang yg sempit ini? Bayangkan, jika 1 kelas Undip terdapat 1 saja mahasiswa yg membawa mobil ke kampus, ada berapa ratus mobil yg siap memacetkan Tembalang.

Atau Pemkot kurang memperhatikan pertumbuhan di Tembalang? Tidak ada rambu lalu lintas (lampu) hampir di seluruh persimpangan jalan. Mungkin kemacetan ini dianggap masih wajar.

Mungkinkah polisi yg kurang sigap? Untuk yg ini saya rasa bukan lagi pertanyaan yg tepat. Karena belakangan personil polisi sudah ditempatkan di beberapa persimpangan untuk mengatur lalu lintas.

Apa yg bisa diperbuat sipil seperti saya kalau bukan mengeluh. Mudah-mudahan Tembalang segera sehat. Kalau masih harus macet, itu pasti karena volume kendaraannya memang terlampau padat.

17 September 2010

Forum Komunikasi Mahasiswa Cepu

Setelah melalui perjalanan panjang dan cukup melelahkan, akhirnya Forum Komunikasi Mahasiswa Cepu (FKMC) resmi berdiri. Sidang Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) selesai dan ditetapkan 16 September 2010. Menghabiskan 2 hari berdiskusi untuk melahirkan AD-ART yg ideal bagi founding conceptors nya.

Konsep FKMC digodok kurang lebih selama 1 tahun sejak 2009, kemudian diputuskan pada pertengahan 2010 harus berdiri.

Beberapa perwakilan FKMC sowan kepada Camat Cepu sebelum sidang ART dilanjutkan. Luar biasa, beliau sangat mendukung ide teman-teman mahasiswa ini. Bahkan menawarkan Muspika Cepu sebagai pelindung FKMC dan mendaftarkan menjadi badan hukum. Beberapa hari sebelumnya mereka sempat berdiskusi dengan seorang aktivis senior. Tidak kalah hebat sambutannya untuk FKMC, beliau bersedia menjadi informan aktual tentang Pemkab Blora termasuk RAPBD.

Tapi ternyata perjalanan konsepnya tidak mudah. Beberapa kendala sempat melahirkan pesimisme konseptor-konseptornya. Yg pertama adalah jarak antar konseptor yg jauh. Sehingga diskusi agak sulit dilakukan. Beberapa di Semarang, Yogyakarta, Cepu dan kota lainnya. Akibatnya diskusi optimal hanya dapat berlangsung ketika libur kuliah akhir semester.

Selanjutnya adalah serangan dari seorang yg mengaku eksponen organisasi lain yg telah berdiri sebelumnya. Dia menuding FKMC merupakan gerakan rebel yg ingin memecah integritas dan menjadi tandingan eksistensi organisasi yg diakuinya. Dia salah besar. Justru FKMC bercita-cita mengintegrasikan kaum intelligentsia Cepu atas nama mahasiswa.

Akhirnya konseptor-konseptor FKMC memutuskan untuk berdiskusi dengan eksponen organisasi-organisasi lain. Tidak diragukan, semua merestui pendirian FKMC. Serangan orang tadi biar menjadi angin lalu. Toh konsepnya sangat berbeda. Lebih baik dihampiri kendala-kendala untuk memperkukuh tekad, daripada nanti kelimpungan karena dimanjakan lampu hijau.

Saat berdiri, FKMC sudah terbagi dalam beberapa wilayah koordinasi. Cepu, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Malang dan Solo. Koordinator Wilayah (Korwil) Cepu mengkoordinasi dan mengintegrasikan mahasiswa (anggota) yg kuliah di Cepu. Korwil Semarang mengkoordinasi dan mengintegrasikan mahasiswa berasal dari Cepu/sekitarnya (anggota) yg kuliah di Semarang. Begitu seterusnya. Kemudian Korwil dikoordinasi oleh Koordinator Pusat (Korpus). Nanti jika ada kawan mahasiswa dari kota lain yg belum terdaftar sebagai wilayah koordinasi, bisa dilakukan pemekaran. Dan semua anggota wajib mematuhi AD-ART yg telah ditetapkan.

Ibarat manusia, FKMC adalah orok. Mari bersama-sama kita dewasakan organisasi ini untuk kedewasaan bersama.
FKMC, rapatkan barisan untuk Cepu!

01 September 2010

Kado Ulang Tahun Untukku Sendiri

Hari ini usiaku genap 20 tahun, 1 September 2010. Kemarin, sebelum pukul 24.00 aku gamang. Pukul 21.30 segera beranjak tidur dan mematikan handphone. Maklum, pertama kali umur jamakku akan diawali angka 2. Sebelumnya aku meninggalkan status di facebook “Come closer, crawl”. Begitu takut akan kedatangannya, perlahan dan menghantui.. Persepsiku sendiri, dimulai umur 20 lah kita dituntut mutlak menjadi seorang dewasa. Siapkah aku?

Aku bangun pukul 03.10 dan santap sahur bersama keluarga. Aku masih menonaktifkan handphone. Biarlah. Selesai menikmati makan sahur aku segera kembali ke pangkuan mimpi. Lagi. Takut menyaksikan matahari pagi ini.

Ketika terbangun handphone tetap kubiarkan modar. Tidak ingin mendengar atau membaca ucapan penegasan bahwa hari ini aku resmi 20 tahun. Kunyalakan radio. Terpaksa harus mendengarkan ocehan penyiar yg tidak berisi. Bagaimana mungkin orang seperti ini bisa menjadi penyiar radio? Entahlah, barangkali radio hanya membutuhkan mulut cerewet, tidak peduli apa yg diteriakannya. Muak juga aku mendengarkan, dulu radio ini teman setia semasa putih abu. Kini makin sembarangan.

Aku kalah. Matahari bersikukuh semakin tinggi. Aku ditampar kenyataan waktu tidak dapat dihentikan. Sial. Akhirnya mulai berani menyalakan handphone tuaku. Anehnya, aku menyaksikan layar handphone aktif yg tergolek di tangan itu beberapa saat. Seperti menunggu sesuatu. Penegasan? Benar saja pesan pertama mampir. Astaga, dari gadis itu. Keterangan waktu menunjukkan pesan dikirim pada 00.17. Dia. Kemudian beberapa pesan berebut ikut nimbrung di inbox. Tidak kubaca, aku lebih memilih membuka facebook.

Ya Tuhan, di jejaring sosial ini ada lebih banyak lagi ucapan serupa dengan di sms tadi. Beberapa nyelip di message dan post wall, tapi paling banyak langsung terpampang di wall. Mereka senada. Banyak juga ternyata meskipun tidak lebih dari 100. Aku tersenyum. Mestinya aku menyimpan keheranan besar, jumlah temanku di friend list ada 1153 tapi yg bersedia mengucapkan basa-basi ini hanya beberapa puluh, hampir seratus. Inilah kadang aku heran, untuk apa orang-orang itu request FB-ku. Mereka yg tidak mengenalku secara personal. Untuk membuat friend list mereka gendut? Ah negative thinking, barangkali aku terlalu 'ngharep'.

Aku segera meninju jidat ketika menyadari keseragaman pesan teman-teman. Bukan penegasan, bukan. Tapi karena hampir semua dari mereka minta ditraktir. Yg ulang tahun aku, bukankah seharusnya mereka yg menraktirku? Karena mereka mestinya bersyukur masih diberi kesempatan memiliki seorang teman yg ini.

Segera saja kalkulasi jumlahnya. Kuperkirakan yg minta traktir ada 80 orang. Kutekan harga traktiran Rp 10.000,- per orang. Berengsek, delapan ratus ribu. Duit dari mana, aku belum kerja. Masa iya harus minta orang tua. Tidak. Kuturunkan menjadi lima ribu per orang. Ah masih terlalu besar. Ulang tahun yg seharusnya senang, mengapa menjadi susah begini? Sudahlah nanti mereka biar kutraktir alasan-alasan.

Kubaca lagi pesan-pesan itu, kutemukan lagi keseragaman lain. Beberapa orang menyinggung tulisanku. Jadi aku sudah menjadi penulis? Penulis status mungkin.

Teknologi telah mengubah segalanya menjadi sebuah efisiensi dan efektifitas. Tulisan yg dulu hanya dinikmati sendiri dan kalangan terdekat, kini dalam hitungan detik bisa menghiasai layar dunia. Internet memang hebat, sampai-sampai ampuh memprovokasi perseteruan Indonesia dengan Malaysia. Beberapa waktu lalu menyebar video asusila artis top Indonesia melalui internet. Terang saja harga dirinya terinjak habis. Lebih tepatnya dia sendiri yg seolah rela diinjak-injak. Mereka bilang internet kejam, lebih banyak lagi menganggap internet menyenangkan.

Udara Cepu semakin panas, seperti biasa. Kutinggalkan facebook dan membuka SMS. Tepat dugaanku, senada dengan yg lain di facebook. Mereka lebih memilih melalui SMS.

Bapak pulang kerja. Astaga. Membawa banyak buku. Pesananku beberapa hari yg lalu adalah sebuah buku kumpulan cerpen. Tidak kusangka dibawakan sebanyak ini. Lumayan juga ini buku bisa membuatku kenyang di bulan puasa.



Akhirnya harus kusimpulkan sendiri apa yg kualami hari ini. Kita boleh saja takut menghadapi masa depan dengan tanggung jawab lebih besar, tapi waktu tetaplah waktu, harus berjalan dan terus berlalu. Mustahil menafikan takdir. Mau tidak mau kaki harus berpijak pada episode baru yg mungkin lebih indah atau mungkin buruk. Hari ini dan kemarin sama saja, harus tetap berikhtiar.

Kutantang kau Matahari, aku tidak takut menghadapi hari.

24 Agustus 2010

Kopi Kothok

Jangan sekali-kali mengaku sebagai orang Cepu jika tidak mengenal kopi yang satu ini. Kopi Kothok. Orang-orang Cepu yakin kothok adalah kopi khas kota minyak ini, meskipun di berbagai daerah sekarang juga populer.
*

Sebenarnya tidak penting menelusuri dari mana asal-usul kopi kothok. Tapi sekali lagi, sesuatu yang tidak penting terkadang sangat menarik untuk direnungi. Biasanya orang resah memang begitu, menenggelamkan keingintahuannya ke dalam hal-hal yang menurut kebanyakan orang bukan sesuatu yang perlu dipikirkan. Sampai harus melibatkan emosinya bercampur aduk di dalam kuali yang tidak diperhatikan banyak orang. Saya senang menyebut orang semacam ini sebagai manusia pemikir. Dari sinilah nanti terlahir wacana dari tempat yang bernama nurani. Orisinilitas insting kemanusiaan secara spontan akan menjadi pangeran di kerajaan alam sadarnya. Tapi mungkin kebiasaan seperti ini hanya dimiliki pelamun-pelamun kesepian. Yang di dalam otaknya hidup laba-laba skeptis. (Skeptis, barangkali itulah syarat mutlak menjadi seorang pemikir). Laba-laba ini membangun sarang-sarang kasus, dan ketika sang pemikir terjebak ke dalam sebuah sarang, maka dia akan menelusuri sarang jaring itu. Jaringannya bisa bergelayut dari mana saja, dan dengan itulah dia dapat menemukan apa saja yang direkati jaring kasus tersebut.


*
Tapi saya tidak ingin menelusuri dari mana minuman ini berasal. Kembali ke kopi kothok.
Baiklah, kopi kothok. Secara dimensi visual, wedang (Jawa: minuman yang disajikan panas-panas atau hangat) ini tidak terlalu istimewa. Berwarna hitam dan terlihat panas. Tapi simpan pendapat anda sampai lidah dan atap mulut anda menahan hangatnya si hitam. Entah rasa apa, saya sendiri selalu gagal mendefinisikan. Mungkin bagi lidah awam (yang tidak biasa minum kopi), rasanya tidak lebih dari kopi seduh kebanyakan. Manis, pahit, dan hangat. Tapi jika mau meresapi sejenak, berbeda sekali.

Yang membedakan kopi kothok dengan kopi seduh biasa hanyalah pada proses pembuatannya. Kalau biasanya kopi dibuat dengan menuangkan air panas ke dalam gelas yang berisi gula dan bubuk kopi kemudian disajikan, tidak demikian dengan kothok. Kopi kothok dibuat dengan merebus gula, bubuk kopi dan air dalam satu panci bersamaan hingga mendidih. Terang saja rasanya berbeda.

Pengalaman menarik tentang kopi kothok ini sering saya jumpai. Beberapa orang di sekitar saya biasanya kembung jika meminum kopi seduh. Aneh sekali. Entahlah, barangkali terlalu sering menikmati kopi dengan dikothok. Hingga saat ini saya tidak mengetahui penyebab pastinya secara ilmiah. Tidak pernah ada penelitian tentang ini. Karena memang bukan hal yang penting untuk diteliti.

Orang tua saya memiliki seorang teman asli Madiun yang ditugaskan di Cepu. Pada awal kedatangannya ke kota minyak ini beliau dijamu kopi kothok. Spontan beliau heran dengan rasa wedang tersebut. Terciptalah forum tanya jawab tentang kopi kothok hingga terjadi demo masak dadakan, meskipun sekedar memasak kopi. Beliau mengaku baru kali itu menjumpai kopi yang demikian. Selang beberapa bulan, liburan tiba dan beliau kembali ke kota asalnya. Madiun, yang terkenal dengan Persaudaraan Setia Hati Teratai Putih. Organisasi pencak silat yang cukup besar, sangat besar malah. Tentu saja pendekar-pendekar itu senang lek-lekan (begadang). Ketika disuguhi kopi seduh satu teko, beliau tidak lantas meminumnya. Malah membawa teko tersebut ke dapur dan menuangkan ke dalam panci, kemudian merebusnya. Yang dulu sebagai murid les masak dadakan sekarang menjadi guru masak. Dan ketika kopi kothok disuguhkan, lidah-lidah pendekar SH tidak dapat berbohong, inilah kopi sejati. Kabarnya sampai sekarang di sana jika membuat kopi selalu dikothok.

Di Cepu sendiri kopi kothok identik dengan warung tenda di pinggir jalan. Betapa tidak, memang ada puluhan tenda cangkrukan (tongkrongan) yang menu utamanya kopi kothok tersebar di kota kecil ini. Pusatnya berada di taman kota “Taman Sewu Lampu”. Jadi jangan heran jika anda berkeliling kota Cepu pada malam hari, anda akan menjumpai warung kopi kothok sepanjang jalan. Menarik sekali. Pemandangan yang hanya pernah saya temukan di Cepu.

Bagi yang senang merokok, biasanya setelah menikmati wedang ini, ampas kopi akan dileletkan di batang rokok. Mereka mengatakan bahwa ada kenikmatan tersendiri menghisap rokok yang berbatik ampas kopi. Entahlah, saya bukan perokok.

Bagi saya kopi kothok adalah simbol sipil yang sesungguhnya. Meskipun saya yakin non-sipil kota Cepu-pun mencintai kopi yang satu ini. Tapi mereka harus bersedia disebut sipil jika mengaku penggemar kopi kothok. Karena sesungguhnya mereka tanpa gelar/jabatan/pangkat/titel pun adalah sipil. Terlebih dijajakan di warung tenda pinggir jalan. Warung kopi adalah tempat jelata berbagi cerita. Berkumpulnya gosip orang Cepu. Bahkan yg tidak pernah diwacanakan dalam event-event milik wakil rakyat. Curahan hati rakyat yg sesungguhnya. Gosip politik, sosial, budaya, seni, cinta juga ada. Semua bisa bermuara di sini, di Warung Kopi Kothok.

Betapa uniknya kehidupan kota Cepu. Inilah salah satu kompiler pluralitas Indonesia.

Baca juga: Asal Kopi Kothok

20 Agustus 2010

Sehari Sebelum HUT RI

surat

Kawan, beberapa hari yg lalu (tepatnya 16-8-2010) aku lihat pemandangan tidak kalah mengiris hati dengan yg dialami Gie ketika menemukan seorang (bukan pengemis) kelaparan yg tengah memakan kulit mangga. Saat itu 10-12-1959 dan terjadi hanya 2km dari istana Negara, dimana Soekarno “Sang Presiden” pasti berkecukupan di sana. Dimana para menteri biasa berpesta dengan kemewahan pastinya. Anjing peliharaannya saja menghabiskan Rp150rb perbulan, lebih besar dari gaji perwira manapun saat itu. Bisa dibayangkan betapa makmurnya mereka manusia-manusia yg hidup di dalam pagar istana.

Sore itu aku dan seorang teman (Ardan) sedang dalam perjalanan menuju toko kacamata, sekalian saja ngabuburit karena saat itu bulan puasa. Ardan yg setir motor, sampai di tengah jalan aku lihat dengan sangat jelas seorang paruh baya mengumpulkan kulit semangka. Dia tetap berdiri dan sedikit membungkuk untuk mengambil kulit-kulit itu di pinggir jalan, dengan menyandarkan sepedanya di tubuh. Kebetulan orang tersebut di pinggir ruas kanan jalan, jadi jelas sekali apa yg aku saksikan.

Sambil terus berlalu aku hanya berusaha menduga positif apa yg dilakukan orang tersebut. Tapi gagal, tidak menemukan apa positifnya, hanya teringat “ini bulan puasa dan sebentar lagi waktu berbuka”. Bisa ditebak apa yg ada dipikranku saat itu. Kemudian terngiang adegan Gie memberikan uang kepada pemakan kulit mangga. Aku sempat berpikir untuk memberikan sebagian uang di dalam dompet kepada pria paruh baya tersebut, tapi entahlah keraguan macam apa waktu itu.

Sedangkan Ardan tetap menyetir motor menuju toko kacamata, seketika terlupa dengan adegan di pinggir jalan tadi. Kami buru-buru disuguhi adegan baru yg konyol, atau mungkin kami-lah actor kekonyolan itu. Saat itu lampu merah menghadang, otomatis Ardan menghentikan laju motor dan menunggu sampai lampu hijau menyala, karena memang begitu aturannya. Kebetulan motor kami kendaraan paling depan dari arah kami. Tapi konyol sekali, kami seperti orang bodoh yg berhenti di tengah jalan, sedang kendaraan-kendaraan dari arah kami dengan santai mendahului kami, atau tepatnya menerobos lampu merah. Saat itu bolehlah aku sedikit kesal “kalau yg patuh peraturan Indonesia bukan warga Indonesia, siapa lagi”. Ya setidaknya patuh peraturan yg menyangkut hajat orang banyak lah, peraturan yang ringan untuk dikerjakan. Semua kendaraan dari ke-empat arah melaju terus, kecuali beberapa kendaraan roda 4 (mungkin hanya 2) yg berhenti, dan itupun dari arah yg berlawanan dengan arah kami. Sempurna, pasti konyol sekali kami di mata mereka.

Ketika lampu sudah hijau, langsung saja aku teringat kembali pada pria paruh baya tadi. Hingga hari ini aku menyesal, kenapa tidak menghampirinya. Setidaknya bisa tahu apa tujuannya, barangkali bisa membantu. Ah Indonesia sudah setua ini merdeka, 65 tahun. Masih saja dijumpai persoalan klasik yg mengganggu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tapi sebagian beranggapan kita hidup di neraka. Tetap sengsara.

09 Agustus 2010

Gedung DPR, Simbol Watak Birokrasi

Gedung megah tempat bermuaranya aliran aspirasi dari seluruh penjuru negeri untuk diproses, inilah gedung DPR. Rasanya ingin sekali saya berkenalan dengan arsiteknya. Bentuknya sangat unik dan sedikit menggelitik. Seperti bola yang dibelah dan berwarna hijau. Itulah mengapa orang menyebutnya Gedung Kura-kura. Memang seperti cangkang binatang melata berkulit keras ini.

Berbicara tentang kura-kura, mengingatkan kita pada gerak-geriknya yang serba lamban. Memang begitu takdirnya. Lama sekali menyaksikannya melangkah ke depan. Ingat juga watak birokrasi yang tidak kalah lamban dengan kura-kura. Barangkali terlalu panjang prosesnya sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan langkah. Atau mungkin karena itu memang takdir birokrasi? Entahlah, yang jelas Gedung Kura-kura selalu mengingatkan saya pada watak birokrasi yang sama lambannya dengan sifat ikon gedung tersebut. Selanjutnya gedung tersebut dikonotasikan sebagai tempatnya kelambanan.

Mungkin dengan mengganti bentuk gedung DPR menjadi jaguar, follow up terhadap aspirasi atau semua pekerjaan wakil rakyat dapat dituntaskan lebih cepat. Mungkin?

07 Agustus 2010

Pasar Malam Yang Terhormat

Lagi-lagi rakyat dibuat resah oleh isu nasional yang mengada-ada. Ironisnya isu itu datang dari anggota dewan yang katanya eksponen perwakilan rakyat. Perwakilan rakyat macam apa yang tindakannya banyak ditentang rakyat.

Kali ini Yang Terhormat mewacanakan tentang pembangunan rumah aspirasi. Setelah usulan dana aspirasi ditolak mentah-mentah. Jika wacana tersebut gol, maka APBN akan dibebani Rp 122 miliar pertahun hanya untuk rumah diskusi. Padahal belakangan gedung DPR disoroti karena dalam berbagai diskusi kerakyatan gedung tersebut tak ubahnya pasar malam. Tampak ramai, tapi kosong substansi. Kehadirannya palsu. Memang banyak sekali tanda tangan dalam daftar hadir, namun ketika kita tengok ke dalam bangunan itu, “sama sekali berbeda dengan kehadiran tanda tangan”. Beberapa saja yang berada di dalam gedung kura-kura, dan lebih menyedihkan ternyata tidak semua kepala serius berdiskusi. Benar-benar pasar malam, semua asik dengan kegiatan masing-masing tanpa ada kegiatan sentral. Mungkin ada yang sungguh-sungguh berdiskusi, tapi tidak cukup representative untuk dikatakan Perwakilan Rakyat.

Jika 1 gedung pusat tempat berkumpulnya Yang Terhormat untuk berdiskusi saja tidak banyak dihidupi, apa fungsi rumah aspirasi. Tepat sekali apa yang diungkapkan pakar komunikasi politik dari UI, Effendi Ghazali: Wakil rakyat memang sedang mengumpulkan modal awal untuk masa depannya sendiri dengan menjual terminology aspirasi.

Ingatlah, masih banyak pekerjaan rumah atas nama aspirasi rakyat yang sampai sekarang belum tuntas. Menciptakan skeptic masa, sepertinya memang hobi dewan yang terhormat.

04 Agustus 2010

Dekadensi Kaum Intelligentsia

Dulu mahasiswa skeptis terhadap birokrasi beserta segenap eksponennya, sekarang banyak yg skeptis terhadap intelektualitasnya. Pesimisme yg sungguh premature. Semakin pesimis saya dengan kaderisasi di masa datang.

Saya pernah membaca sebuah tulisan di media masa nasional yg isinya tentang keprihatinan terhadap peran mahasiswa hari ini. Dikatakan bahwa mahasiswa sekarang sama seperti mahasiswa jaman orde baru. Disibukkan dengan urusan bangku kuliah, terlalu sibuk. Fenomena semacam ini sama artinya dengan menidurkan sisi kemanusiaan kaum intellegentsia, dengan cara berbeda.

Namun kemudian saya mambantah pendapat dalam media masa tersebut, saya mengirim pesan kepadanya tentang ketidaksetujuan saya. Karena banyak rekan mahasiswa yg tergabung dalam BEMSI, FL2MI, BEM-Nusa, dan sebagainya yang tidak henti-hentinya mengintegrasikan kepedulian kaum intellegentsia. Manifesto pergerakan mahasiswa.

Ternyata pendapat saya tidak cukup representative. Berapa banyak jumlah mahasiswa yg sama sekali tidak peduli dengan isu-isu negerinya. Tidak jarang ditertawakan ketika mencoba membuka diskusi ini itu tentang isu nasional maupun daerah.

Sebagian beranggapan bahwa mahasiswa jurusan seni hanya boleh berbicara tentang seni, hanya tahu tentang seni. Saya menyebut mahasiswa model ini sebagai mahasiswa cap kambing, takut terkena air karena terbiasa di darat. Sadarlah, tidak perlu pernah ke Amerika untuk bisa mendefinisikan Patung Liberti. Skeptis dan pesimisnya mereka terhadap kemampuan intelektualitasnya. Malah ada yg melakukan intervensi menuntut keseragaman dan kompatibilitas bidang. Saya nyatakan "TIDAK". Kalau dulu Soe Hok Gie berpendirian "Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan", sekarang saya tegaskan pendirian saya "Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap intervensi tuntutan keseragaman". Memang begitu konsekuensi kaum minoritas.

Dengan demikian lagi-lagi kita disuguhi kenyataan "Negara adalah urusan generasi tua". Sampai kapan generasi muda cacat kepeduliannya. Apapun bentuk kepeduliannya terhadap masa depan bengsanya, akan mendapat apresiasi tinggi dari seluruh kompiler integritas nasional.

Dapat diambil pelajaran bahwa menegakkan kebenaran yg tidak lazim, akan dicemooh kelompok kecil yg berseberangan. Namun ketika kebenaran itu ditindas kelompok kecil tersebut, suara nasional lah lawannya. Contoh nyata: kasus Prita, Bapak Indra, Soe Hok Gie, dan masih banyak lagi yg lain.

Jangan takut menyuarakan yg tidak salah. Bukan karena akan mendapat dukungan nasional, tapi karena tidak ada alasan untuk membungkam mulut idealis yg plural meskipun itu minoritas.

Jika berpendapat bahwa mahasiswa jurusan seni hanya boleh berbicara tentang seni, pulang saja ke dapur.

31 Juli 2010

Sebelum Kompiler Cepu Benar-benar Menjadi Berengsek

Gaung nama Cepu pasti sudah terdengar kemana-mana. Saya yakin itu. Meskipun hanya bersarang di telinga kalangan tertentu. Reputasinya bisa jadi mengalahkan kabupaten yang menaunginya, Blora. Betapa tidak, kekayaan prasarananya telah banyak menjangkahi Sang Ibu.
Namun ternyata berbeda ketika hari ini kita menyaksikan kualitas jalan raya yang teraniaya. Sungguh ironis saat kita menyadari bahwa Cepu adalah kecamatan yang dielu-elukan banyak orang atas kekayaannya. Telebih lagi ketika kita mengingat bahwa banyak perusahaan berkelas bukan biasa ada di dalamnya. Kontradiktif.

Seorang teman pernah berkata “Jalan Cepu bukan berlubang-lubang, hanya berkolam-kolam”. Sampai sekarang saya ingin menertawakan pendapat itu, tapi betapa tidak sakit hatinya nanti ketika kompiler(penyusun)nya saya hujat. Karena saya yakin Cepu-pun memiliki hati dan harga diri.

Yang banyak mengganggu pikiran orang Cepu adalah, ini tanggung jawab siapa? Begitu lama kompiler ini terlihat berengsek. Yang mereka ketahui hanyalah, banyak kendaraan besar berlalu-lalang di kota ini, entah milik siapa. Kemana larinya sumbangan financial dari Cepu yang konon nilainya terbesar masuk ke APBD. Pertanyaan yang sangat lazim dilontarkan masyarakat sipil. Apa mungkin harus menunggu iuran warga agar jalan raya Cepu memenuhi syarat untuk dikatakan “layak”. Ini semacam umpan sehingga tercipta skeptis massa terhadap birokrasi, yang kemudian menjadikan follow up terhadap aspirasi selamanya terkesan absurd.

Mau dibawa kemana masa depan Cepu dengan keberengsekan kompilernya. Apakah eksponen perwakilan rakyat yang digadang-gadang mampu memperjuangkan suara yang diwakilinya mendengar jeritan semacam ini.

Alam hari ini begitu menarik, tetap mengguyurkan air di musim kemarau. Lalu kapan hujan akan turun di musim kekeringan kepercayaan ini.

29 Juli 2010

Menulis Bagi Saya

Entah sejak kapan saya mulai senang menulis. Menulis apa saja yang menurut saya harus ditulis. Menulis bagi saya adalah suatu ritual yang harus dilakukan ketika ada sesuatu yang mengganggu dalam benak dan tidak bisa diungkapakan pada siapapun. Kadang tulisan saya terasa lebih mudah dipahami ketimbang saya harus menceritakan unek-unek dengan lisan. Merupakan bentuk pelampiasan saya atas konsep-konsep dalam otak yang berlalu lalang.

Saat dilanda kesepian, saat itulah biasanya saya senang mencorat-coret kertas dengan kalimat-kalimat sesukanya. Lebih mudah menuliskan hal yg diawali dengan kegelisahan dan keresahan. Biasanya saya bawa perasaan saya tenggelam ke dalam isu atau kasus, semakin dalam maka emosi yg disampaikan semakin mudah diterima. Ada perasaan puas dan lega ketika tulisan itu rampung. Meskipun saya bukan ahli bahasa atau penulis handal, tapi betapa saya bangga ketika membaca tulisan-tulisan itu. Entah apa genre tulisan saya. Barangkali esai dan curhat. Hanya catatan pribadi yang boleh dibaca siapaun, tentang apapun yang mengganggu, dan dapat saya lakukan dimanapun saya mau. Tentu saja tulisan-tulisaan yang subjektif, meskipun menurut saya sudah memenuhi syarat untuk dikatakan objektif.

Gaya bahasa saya banyak dipengaruhi tulisan-tulisan penulis idola saya, film, lirik lagu, dan tutur kata orang-orang disekitar saya. Ada beberapa karya yang sangat saya kagumi sampai sekarang, yang memiliki gaya bahasa sangat khas.

Yah, menulis memang menyenangkan. Seperti teman curhat yang tidak pernah protes. Biarpun diprotes orang lain, tidak akan berpengaruh banyak. Mungkin hanya menjadi sedikit masukan yang akan mendewasakan tulisan selanjutnya

24 Juli 2010

Generasi Muda Boleh Berbicara

Saya seorang mahasiswa semester 4 di Politeknik Negeri Semarang. Pernah menulis dan dimuat di Surat Pembaca-Suara Merdeka (lihat). Dengan dimuatnya tulisan saya yang berisi sedikit wacana tentang kota saya tercinta “Cepu”, banyak sekali pengalaman menarik yang menyertainya. Banyak sms dari pecinta komunitas Jateng kepada saya, karena nomor handphone saya dicantumkan dalam identitas penulis. Beberapa hanya sekedar mengucapkan terimakasih, ada yang mengirim sms siang-malam seperti anak muda yang sedang PDKT. Saya sempat berpikir, “Suara Merdeka ini biro jodoh ya?”. Tapi ya sudahlah, setidaknya mereka membaca tulisan saya.

Ada satu hal yang menjadi kebanggaan saya. Beberapa lagi mengirim sms untuk menanyakan ini itu tentang Cepu, kemudian mengungkapkan ketertarikannya pada Cepu. Dalam batin saya berbisik, sepertinya saya sukses memberikan wacana kepada komunitas Jateng tentang kota kecil ini. Karena sesungguhnya memang inilah tujuan saya mengirimkan tulisan ke Suara Merdeka.

Hanya satu yang saya sayangkan, mengapa kebanyakan dari mereka berspekulasi bahwa penulis (saya) adalah seorang yang sudah cukup tua.
Premature Guess. Meskipun tidak secara langsung diungakapkan, tapi betapa gamblang terasa dari cara mereka mengirim pesan. Kemudian muncul pertanyaan yang mengganggu saya, apakah harus menunggu tua untuk peduli dan mencintai media seperti Suara Merdeka ini? Tidak bolehkah generasi muda memberikan wacana local dan nasional? Apakah wacana seperti ini hanya hak generasi tua? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena banyak orang tergesa-gesa mengasumsikan bahwa tulisan seperti ini hanya pantas dimiliki generasi tua.



Akhirnya saya tegaskan kepada mereka bahwa saya adalah seorang mahasiswa
semester 4 di Politeknik Negeri Semarang. Batin saya, “Rasakan! Ternyata anak muda negeri ini tidak se-cuek yang ada dipikiran banyak orang”. Entah apa yang kemudian ada dalam benak mereka. Harapan saya, agar mereka turut serta memotivasi anak muda negeri ini peduli dengan negerinya.
Generasi muda bukan lagi “boleh” berbicara, tapi “harus” berbicara.

22 Juli 2010

Manusia Malam

Embun lembut mesra memeluk gelisahku
Menjelma bagai ombak menghantam fantasiku
Malam tetap kelam menjanjikan pelita
Serdadu surga pun jatuh bercucuran
Pilu mengiris, menyayat, mencabik ornamen mimpi abadi
Sebentar sayup sebentar gelegar
Sunyi
Tersandar tekad nan kukuh bak mercusuar
Berpijak bara api yang telah beku
Kuamini nyanyian yang terdengar sesekali
Kidung manja seorang hamba
Meraba hari biru lorong misteri
Hingga tak sadar lagi
Sahut menyahut kumandang klasik seperti mengusik
Tak kutentang meski tiada kehangatan
Pijar pelita telah nyata
Melankoli sepi bersambut gaduh
Riuh kehidupan

09 Juli 2010

Semuanya Ada di Kota Cepu

Aktifitas ekonomi begitu hidup, begitulah pemandangan yang terlihat ketika anda menjejakkan kaki di Cepu. Sebuah kecamatan kecil yang terletak di pinggiran kabupaten Blora, Jawa Tengah. Secara geografis berbatasan langsung dengan propinsi Jawa Timur. Hampir 24 jam kehidupan masyarakat Cepu berlalu-lalang meramaikan seluruh sudut kota kecil ini. Seperti shift kerja yang tidak terjadwal tapi teratur. Pusat keramaian berada di semua titik transaksi jual beli atau pasar. Mulai dari pasar tradisional sampai Taman Sewu Lampu yang selalu membuat Cepu menyala tiap malam tiba.

Perkembangannya sangat pesat. Investor-investor terus berdatangan untuk menanamkan modal. Kualitas infrastruktur yang bisa dikatakan lebih dari memadai jika dilihat lagi bahwa statusnya adalah sebuah kecamatan di dalam kabupaten yang sepi. Inilah lahan subur untuk menebarkan benih. Sesuatu yang sangat menjajikan dan begitu nyata.

Salah satu perusahaan yang tergiur kemolekan Cepu adalah Exxon Mobile Ltd. Perusahaan besar yang ikut andil dalam pengelolaan sumber daya alam Cepu berupa minyak bumi. Perusahaan berkelas dunia ini telah membuktikan kekayaan alam Cepu dan segala potensi yang ada di dalamnya.

Sekali lagi, Cepu selalu mengundang decak kagum orang-orang yang pertama kali datang ke kota kecil ini. Setelah melakukan perjalanan darat melewati kecamatan-kecamatan lain di sekitar Cepu yang tak sehidup kehidupan Cepu, barulah mereka menyadari bahwa ada sejuta pesona di tengah kampung-kampung.

Hampir semua yang biasa kita lihat di kota besar, ada disini. Lapangan terbang yang terletak di perbatasan Kapuan-Ngloram, terminal di perbatasan Tambakromo-Balun, stasiun di daerah Balun Pasar Jagung, pasar-pasar tradisional, plaza. Ada juga taman kota yang menjadi pusat aktifitas terkini masyarakat Cepu. Disinilah potret kehidupan Cepu yang sesunggunhya hari ini. Siang malam selalu dihidupi kegiatan-kegiatan penduduk dari semua kalangan. Terutama pada malam hari, ada ratusan tenda warung kopi kothok tersebar di kota ini, dan terpusat di Taman Sewu Lampu. Berbagai macam usaha digelar disana. Layaknya hidup, semua digelar untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Sungguh kota yang serba ada. Bahkan tersedia juga tempat orang-orang berwisata nafsu. Ya, Cepu-pun memiliki tempat prostitusi yang dikenal dengan sebutan Komplek Nglebok, dan satu lagi di perbatasan Cepu-Sambong yaitu Sumber Agung. Cepu juga dilewati sungai Bengawan Solo yang mendukung kegiatan agraria masyarakatnya. Ada jembatan menyeberangi sungai ini yang panjangnya lebih dari 200m. Bahkan di kota Semarang-pun tak ada. Cepu juga memiliki paru-parunya sendiri, yaitu hutan jati. Aset mahal yang langka.

Inilah Cepu, bak kota impian dengan sejuta pesona, barang kali hanya kurang dipoles. Namun, perlahan tapi pasti kota ini akan menjadi idola kaum urban. Biarlah sekarang beraroma udik, but there’s no tell what may happen. Cahaya timur Cepu selalu nampak lebih cerah. Kota yang masih pagi dan sedang beranjak dewasa. Teruslah berkarya.

Dimuat di Koran Nasional, Suara Merdeka edisi Minggu 18 Juli 2010: (Lihat)


Related Posts:
  1. Generasi Muda Boleh Berbicara (lihat)
  2. Sebelum Kompiler Cepu Benar-benar Menjadi Berengsek (lihat)

05 Juli 2010

TALK LESS DO MORE, It is Better ?

Talk less do more, it is better. Bagi saya itu benar untuk konteks tertentu atau dalam dimensi yg tepat.

Kalimat itu menjadi benar ketika persepsi dari seorang perseptor adalah "akan lebih baik sedikit teori, dengan mengedepankan praktek/aksi". Selama "aksi" dimaknai SEGALA tindakan dalam bentuk apapun, belief tersebut akan tetap benar karena masih fleksibel.

Tapi sayang sekali ada paradigma diskriminatif terhadap makna "do/aksi" dalam masyarakat. Ada yg mengutuk aksi orang dalam bentuk tulisan (yg dipersepsikannya sebagai "talk") dengan menggunakan kalimat "TALK LESS DO MORE!". Kutukan tersebut menganggap bahwa tulisan/bicara adalah "talk" dan itu sampah. Mereka tidak menyadari bahwa "do/aksi" dapat dilakukan dengan cara apapun termasuk menulis.

Aksi dilakukan sesuai dengan kapasitas dan bidangnya. Sebagai contoh (Indonesia), untuk mengontrol pemerintahan tidak harus terlibat langsung dalam area birokrasi politik. Banyak tulisan aktivis/sipil yg berisi kecaman terhadap praktik pemerintahan, yang membuat geram pemilik kursi kekuasaan, yg kemudian mendapat dukungan dari rakyat, yg membuka mata pengetahuan rakyat, yg menyegarkan intelektualitas rakyat, yg akhirnya (dengan akar tulisan itu) jadilah pergerakan rakyat yg hebat, yg menumbangkan rezim tiranik.

Seperti itulah, tulisan bisa menjadi sangat dahsyat. Karena tulisan tidak selamanya bermakna "talk" yg falsafah. Dan "do/aksi" dapat dilakukan dengan cara apa saja. Ceramah, menulis, orasi, dialog atau hanya sebatas membacot.

Maka berhati-hatilah ketika anda mengutuk orang dengan kalimat "TALK LESS DO MORE". Bisa jadi anda salah tempat.

19 Juni 2010

Benarkah Pertemuan adalah Awal dari Perpisahan

Dunia hanya akan mengenangku jika ku dikenal dunia. Dunia hanya akan mengenalku jika ku menjadi orang besar. Tapi kamu telah mengenalku sebelum ku menjadi orang besar. Dan ku harap kamu akan mengenangku. Setidaknya ketika membaca tulisan ini.
Ini adalah ketika mungkin kita telah jauh.
Tahukah mengapa kita jauh? Mengapa bertanya?
Bukankah pertemuan adalah awal dari perpisahan?
Akankah perpisahan mengubur arti pertemuan?
Haruskah tidak ada pertemuan untuk sebuah perpisahan?
Bilakah berpisah untuk melangkah?
Layakkah langkah kita meninggalkan cerita?
Berceritalah tentang cerita dimana kita berperan dalam cerita! Cerita yg mungkin distortif dengan cerita ketika tulisan ini sedang kamu baca.
Lalu benarkah cerita hanya untuk dikenang?
Adakah kamu mengenangku ketika kamu tertawa?
Ingatkah kita pernah tertawa bersama?
Adakah jawaban yg menjadikan pertanyaan-pertanyaanku harus terlahir?
Kita dilahirkan untuk bertemu dan berpisah,
Percayalah!
Maka melangkahlah untuk sebuah cerita yg tak ada seorangpun dapat mengakhirinya.
Dan tak perlu ada lagi perpisahan untuk sebuah pertemuan.

Manifestasi Pertanyaan dan Pertanyaan

Mengapa orang yg mendapat gelar pahlawan selalu dicitrakan positif? Tidakkah diketahui bahwa ada diantara mereka yg mengkhianati apa yg telah diperjuangkannya? Ataukah benar, sejarah tidak akan pernah ada tanpa pengkhianatan?

Sepertinya sejarah adalah tempat pencitraan positif bagi semua tokoh meskipun sarat kepalsuan. Kepalsuan-kepalsuan yg distortif dengan paradigma yg terlanjur ada, kemudian menjelma menjadi substansi kurikulum. Semacam legitimasi pembodohan yg prematur sehingga menjadi sesuatu yg fundamental. Tentu saja konseptornya kaum intellegentsia. Tapi siapa? Dua hal yg dikotomis bagi saya.

Yg saya yakini, semua orang sibuk dengan masing-masing bidangnya. Biarlah sejarah menjadi dimensi bangsa yg mulia. Meskipun sekedar konsepsi tua dan penolakan yg kontradiktif. Barangkali terlalu siang untuk diperdebatkan.

Manusia tetaplah manusia, dilahirkan untuk "ya dan tidak".

Integritas nasional, mungkin adalah satu-satunya alasan atas ini semua. Instrumen Indonesia yg damai. Damailah selamanya.

12 Juni 2010

12 Juni 2009

Ini adalah catatan yg saya buat pada 12 Juni 2009
copas dari note facebook http://www.facebook.com/note.php?note_id=129524161010

Ibarat nasi, ne hari rames
Smua ada
Manis
Asem
Asin
N**-n** (Royalty tha ea)
Complicated dah
Mulai dr blsan message dr Bella
Tp ud q duga sjak awal
Sjak bbrapa hr sblmnya
Ok
Tp masi blm tw
Krna ga mudah

(kl ga mudeng ga usa dpkir)
Ad kulia jam 7
Br mndi jam 7.15
Kulia kombis ga ikt 1 jam
Ga ap lah
Toh masi bs kejar absen
PIE kosong

Sisca ngajak k WS
Lgsg mlaju k WarSu
Lhoh
Yg dmaksud WarStick
Wooo BUCAH GEMBLUNG
Kulia trkhr cm "EJREK-EJREK" di T1
Bbrapa menit uda bubar
Tp dpt ceramah dr Asdos
Gr2 kulia pke T-Shirt
Bullshit
Mampir k kantin TN
Ngkrng m tmen2
Ktmu yg laen
Pulg aj lah
Musti shlat jumat ene
D ajak Sipit k Simple dulu
Pilih n pilih

Akhrnya pulang
Shlt jumat-
-stelah skian lama ninggal
Astaghfirullah
-Alhamdulillah-
(termotivasi, realize, stlah knal someone brusaha genepin shalat wajib)
Ngisi galon
Ktemu Amel
Nganter k kampus
Gila, dknalin tmen2nya
Mantan sms
Telpn
C pacar pertama, Ika
Smsan ma Dhanis jg d mulai
Sore antara pulg Cepu ato ga
Mikir ampe 1 jam
Buset
ok lah, gag
Mlm jaln
Msh smsan m Dhanis
Meta dtg m Sipit
Nyamperin
Tnpa tjuan jelas
Mampir k Ayu n Aji
D putuskanlah k ruma Sisca
Alamat
Jl. Abdurrahman Saleh
Brgkt k KaliBanteng
-Sms Dita
Ga d bls
Wuh bucah durhaka
Awas y kke-
Sisca blg lg Jl. Srinindito
Naek ampe SMP 19
Tnya org d jaln mala ngribetin
Turun Sampokong
Simongan
Wah Bianglala d mulai
Tp msh smsan m Dhanis
Mlaju Kesatrian 1
Msh ribet nyari ruma Sisca

Salah msuk gang dan sgala macem
Sms aj lah
D suru msuk WR Supratman
Masuk, tp msh ga ktmu jg
Maju mdur
Mdur maju
Hya
Ktemu kau
Lgsg aj culik
Mundurin kndaraan nyenggol mtor org
Sial
Tu org MBLEYER
Nyantae wae Pak!
Ah
Untg sebeh kluar
Hufth
Saatnya mlarikan diri
Bodo amat
Brgkat k Kota lama
Greja Blenduk

Smentara hape makin nyaring
"Mbek! Mbek!(nada sms)"
Nilam sms
Dtnyain np
Wualah ngjak maem
Laper bu'
haha
Gmana lg
Org ge d bwh
Yok brgkt k Tugu muda yok
Mampir bntar doank
Gela
Ruame buanget
Pdhal msh sore
Masuk Lawangsewu aj dah
Sial tapi
Dkrjain!
Jantung mpe mw copot
Bajigur
Yg kale ne hampir pingsan
Tp tmen2 cew
Histeris
A***g!
Sial
Sial
Bawah tanah?
Kagak!
Cape
Tp hape msh "mbek! mbek!"
Exis
Kale ne Ika jg sms
Dhanis jg msh
Ah ngantuk
Pulg aj lah
Balikin Sisca k ruma
Sial
Uda ky org mabok smua
Lanjut cri mkan
Ah
Blum pd buka
Uda lah pulg
Tampang lecek
Ngantuk
Laper
Aaargh
Jam 11
Biarin aj ah
Uda cape bgt ene
Nympe d kos nylain PC
Smsan m Dhanis d akhri
Muter lagu-lagu cengeng
Bah!
Ktanya anak punk
Cerewet!
Ngantuk
Lhoh d ulang-ulang
Ngantuk
Lhoh
Uda lah ah
Tdur
Ika sms lg
Bls bsok aj
Tdur
Ngiler
. . .
00.01
Mbak Yuyun b'day ndak'an
Tgl 13 Juni wez

Kemudian entah bulan apa -saya lupa- mbak Yuyun meninggal dunia karena sakit. Saya dan beberapa teman menghadiri pemakamannya di Magelang meskipun sedikit telat.
*senior saya yg pintar dan sangat cantik
Tenanglah disana