07 November 2010

Kemanusiaan Manusia dalam Menara Gading

Aku melihat dunia dengan segala air matanya. Berduka, seakan terpuruk di dalam fragmen kehidupan yang tiada henti menyibak rahasia. Kita sedang berdiri di atas imperium dengan satu dikte absolut, dan kita ditugaskan untuk memenangkan scene di bawahnya yang lebih elastis. Aku tahu ini tidak mudah. Aku tahu empatiku tidak cukup membantu -melunakkan duka yang mungkin telah membatu. Sedangkan simpati sebatas stipendiom yang kerdil. Bukannya aku hanya ingin duduk seperti ini, tapi karena aku pun gagal mengalahkan keadaanku sendiri. Seperti harlot menangisi teman yang senasib dengannya. Seperti tukang becak yang ingin pergi haji tapi harus menghidupi keluarganya. Keterbatasan, tugas, kewajiban, hasrat, dan kemanusiaan -semua diterjemahkan dalam imovabel yang sesal.

Tuhan, ringankanlah segala beban di sini dan di luar sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok