20 Maret 2012

Bercumbu dengan Pagi

Seperti pagi-pagi sebelumnya di Cepu. Hampir dengan aktivitas yang sama. Dengan teman-teman yang sama juga.

Gitar akustik, tumpukan buku bacaan, kamus-kamus, gadget untuk browsing, dan sebuah buku tulis. Agak jauh lagi ada secangkir kopi.

Kalau sudah begini mau tak mau penyakit lama harus kambuh lagi. Melamun. Apa, bukan penyakit? Ya, terserah saja.

Baca buku ini, melompat ke judul lain di buku yang berbeda, memindahkan bidikan mata ke buku yang lainnya, pindah lagi, ke sana, ke mari, akhirnya berujung pada buku tulis yang tergolek di atas ranjang. Kontan pena menodai lembar demi lembar kertas buku yang semula perawan. Kertas tak pernah menolak. Kalaupun ingin berontak, nafsuku cukup kuat untuk menggagahinya-telak.

Sesekali kuletakkan pena ini saat cangkir kopi meminta jatah cipok. Berlaku adil. Semua dapat giliran. Termasuk sepotong kayu bersenar yang bohai dan aduhai. Lekuk tubuhnya mengundang birahi yang sedari tadi tinggi. Tanpa aba-aba lagi kupeluk dan kugerayangi setiap dawainya. Dia bergetar, merintih, menyemburkan puluhan nada dari liang resonansinya. Terciptalah orgasme pagi yang harmoni.

Aku melenguh, menikmati sisa-sisa libido pagi ini. Mungkin terulang lagi seiring ereksi sang mentari.