05 Juni 2020

Pohon

"Ketika pohon terakhir ditebang, ketika sungai terakhir dikosongkan, ketika ikan terakhir ditangkap, barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang."

Saya tidak tahu persis kata-kata di atas milik siapa. Tapi, rasanya kalimat yang menggugah itu bakal sulit meresap ke dalam keseharian masyarakat Indonesia yang akrab dengan klenik. Bukan berarti saya meragukan literasi warga +62.

Waktu kecil saya dilarang keluar rumah saat maghrib. Kata nenek, nanti bisa diculik Wewe Gombel. Pikir saya, nenek paham betul bahwa makhluk itu bekerja di shift malam. Meskipun tidak tahu apakah Wewe Gombel benar-benar nokturnal, tapi toh saya patuh juga. Hikmahnya setiap maghrib kami sekeluarga berkumpul di rumah, salat berjamaah, dan mengaji bersama.

Jika dijelaskan secara telanjang bahwa saat maghrib sebaiknya di rumah untuk makan malam bersama, mengaji, dan sebagainya itu barangkali saya masih kelayapan sampai petang.

Atau, saya masih ingat kakek dulu menunjukkan sebuah pohon yang cukup angker. Kami percaya saja. Apalagi orang-orang dewasa pun tampak segan mendekat ke sana. Jangankan menebang pohonnya, menginjak patahan rantingnya saja bisa bikin kami demam mendadak lantaran takut kualat.

Walhasil pohon itu berumur panjang.

Setiap tempat memiliki kearifan yang khas untuk mengatasi persoalannya. Mitos-mitos yang berkembang di Nusantara belum tentu mengindikasikan bahwa negeri ini kalah canggih dibanding negara-negara barat. Amerika Serikat, misalnya.

Nyatanya, hari ini Indonesia memiliki hutan yang lebih luas daripada negeri Paman Sam itu. Jadi, lebih canggih mana?

Tantangan kita sekarang adalah bagaimana cara menerjemahkan kearifan yang telah ratusan tahun menjaga keanekaragaman hayati dengan sangkil mangkus, supaya tetap kontekstual bagi generasi kini.

Saya mulai berpikir, bagaimana jika kita ciptakan saja mitos baru: "Menebang satu pohon tanpa menanam paling sedikit satu pohon, maka dia takkan pernah menjadi orang terkenal."

Semakin banyak pohon yang ditanam, maka semakin besar peluangnya menjadi idola. Apakah sebagai selebgram, youtuber, atau artis TikTok itu bisa diatur. Yang jelas mendapat lampu sorot.

Meskipun mereka akan menyadari juga bahwa yang dibutuhkan paru-parunya bukan popularitas, melainkan oksigen hasil fotosintesis dari daun pohon yang dia tanam.