20 Februari 2016

Jomblo

Februari. Sudah tanggal dua puluh. Seharusnya sudah aman bicara tentang valentine. Tanggal 14 sudah lewat jauh. Kecil potensi di-bully karena dianggap mendukung free sex.

Saya tak tahu kenapa valentine dianggap yang paling bertanggung jawab atas free sex (seks gratis?) pada (terutama) remaja. Kalaupun, seandainya valentine terbukti benar mendorong perilaku seks gratis (free sex), mestinya kita dukung.

Lho, iya! Seks gratis 'kan dilakukan oleh pasangan resmi. Yang tak resmi itu biasanya bayar (paid sex?). Artinya valentine bisa meningkatkan minat menikah - yang ibadah itu, supaya bisa melakukan seks gratis (halal). Jadi perayaan valentine boleh dipertimbangkan.

Tapi di postingan ini saya akan melarikan diri dari topik di atas. Takut di-bully. Ada hal lain yang lebih mendesak untuk dibicarakan. Yaitu, kenapa intensitas hujan di bulan ini tinggi?

Mohon sabar menyimak, saya akan mengangsurkan tuduhan dugaan pelan-pelan.

Saya menemukan pola menarik. Meski banyak yang enggan merayakan valentine, Februari terlanjur identik dengan bulan kasih sayang itu. Yang memiliki pasangan takkan terlalu risau jika harus berbasa-basi dengan coklat atau bunga. Mereka tahu mesti dialamatkan ke mana, walau tanpa itupun tak jadi soal. Tapi bagi jomblo, biarpun ia menolak perayaan valentine, tetap saja 14 Februari menjadi hari yang menegangkan.

Lalu? Sabar, pelan-pelan saja.

Entah kenapa kaum jomblo adalah objek yang paling bully-able di manapun berada. Dihina, diejek, direndahkan, ditertawakan, pokoknya dianggap paling menderita. Mereka sudah kenyang dizalimi.

Gawatnya, mungkin benar bahwa Tuhan mengabulkan doa orang yang teraniaya. Itu baru seorang (satu) teraniaya. Bagaimana jika menjadi "orang-orang" yang teraniaya lalu memanjatkan doa yang sama? Betapa ampuh, bukan?

Sampeyan boleh tak setuju. Tapi sabar dulu, saya tak butuh persetujuan situ. Pelan-pelan saja.

Bayangkan jika para jomblo yang teraniaya tadi bersatu. Dalam Majelis Jomblo Indonesia, misalnya, atau Front Pembela Jomblo. Pada saat itu tiba negara tak bisa lagi diam. Indonesia darurat jomblo. Jelas ini ancaman nasional.

Lho, kenapa? Sabar, jangan dimarah. Pelan-pelan saja.

Sampeyan tahu apa yang dilakukan para jomblo tiap malam Minggu? Ya, berdoa minta hujan. Jadi sampeyan tahu apa yang mereka lakukan menjelang Februari yang monumental itu? Ya, makin masif doa dipanjatkan.

Coba ingat lagi, mulai Desember hujan sudah tumpah. Majelis dan Front mulai gencar. Sampai masuk Maret nanti, barulah frekuensi doa berkurang.

Kita simpulkan pelan-pelan saja, sabar.

Sekarang sudah tahu kenapa intensitas hujan di bulan ini begitu tinggi? Jomblo? Bukan! Kehendak Tuhan lah! Piye sih...

01 Februari 2016

Mengurusi

Kita pastilah amat senggang hingga sempat mengurusi orang lain. Bukan sempat lagi, bahkan rutin. Orang merayakan valentine, cara berpakaian, orientasi seksual, semuanya diurusi.

Ada yang lebih kurang ajar. Mengurusi Tuhan. Malah cenderung mendikte. Misalnya tentang siapa yang harus masuk surga dan siapa yang harus masuk neraka. Padahal malaikat saja emoh campur tangan.

Segala hal memang enak diurusi (baca: dinyinyiri, dsb) selama bukan tentang diri sendiri. Itu cukup menunjukkan bahwa orang kita memiliki kepedulian yang tinggi. Care

Kabar buruknya, berangkat dari peduli dan mengurusi, banyak orang gemar memungut sepotong ayat untuk mengangsurkan vonis pada yang lainnya. Terutama menyoal perkara yang berhubungan dengan agama.

Betapa Rasul, Nabi, Buddha, dan lainnya akan kecewa menyaksikan petuahnya dipelintir sedemikian rupa. Betapa sedih mereka melihat pengikutnya dipenuhi syak wasangka.

Yang mendesak untuk diteladani dari Nabi (dkk) adalah kebijaksanaannya. Kenapa? Karena kita mudah menemukan dua atau lebih sabda/firman yang seolah saling memunggungi. Tanpa kebijaksanaan orang rawan tergelincir pada kebencian demi agama.

Tapi, daripada mengurusi urusan yang tak perlu diurusi (di atas itu), lebih baik simak tingkah pertelevisian kita. Di sana ada lembaga yang mengurusi moral anak bangsa. Sebutlah KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), LSF (Lembaga Sensor Film), dan sebagainya yang berjibaku demi masa depan Indonesia.

Beberapa waktu lalu mereka memburamkan (blur) adegan seorang anak yang memerah susu sapi (hewan). Iya, sapi hewan itu. Barangkali takut ada sapi jantan yang lihat lalu birahi dan mengawini tivi. Yang terbaru mereka memburamkan Shizuka memakai baju renang, tokoh kartun dalam serial Doraemon.

Kini kita tahu, menurut pertelevisian kita, tokoh kartun anak memakai baju renang lebih bisa mengganggu moral ketimbang acara gosip dan sinetron yang penuh dengan adegan mulia.

Kalau jadi presiden, akan saya bentuk Kementerian Urusan Orang Lain (disingkat Kementuol) yang menaungi lembaga-lembaga dengan tingkat kepedulian tinggi.