14 Februari 2015

Vemale

"Sugar, oh, honey, honey! You are my candy girl, and you got me wanting you..." Lagu The Archies yang cukup menggelitik.

Saya ingat waktu kecil dulu suka sekali jajan permen. Manis. Saking gemarnya mengemut gula-gula, 3 gigi depan saya ranggas - karena keseringan. Warnanya coklat kehitaman, tipis seperti kaki meja diserang rayap.

Barangkali, kaki meja itu juga manis bagi para rayap. Barangkali. Sayapun belum tahu. Belum pernah coba menjilat. Suatu kehormatan jika ada seseorang bersedia menceritakan pengalamannya menjilat kaki meja. Saya janji akan menyimak dengan khusyuk.

Di sini ada yang mulai menduga para rayap mengidap diabetes. Itu sebuah proses yang alami, kata Efek Rumah Kaca. Kasusnya serupa dengan hipertensi yang mengakrabi penggemar makanan kuat rasa - identik dengan pedas, gurih, dan tentu saja asin. Begitu alami. Semakin asin semakin rawan terkena darah tinggi.

Maka makin dewasa seseorang, hipertensi adalah sebuah niscaya. Makin banyak makan garam dia. 

Mengidap diabetes atau hipertensi pastilah tak enak. Kalaupun tidak menderita, paling tidak jadi serba terbatasi. Pengidap diabetes tidak leluasa mengonsumsi makanan atau minuman manis lagi. Mengatur gaya hidup jadi tak semudah biasanya. Disiplin ketat.

Tapi toh tidak semua penggemar manis mengidap diabetes. Bolehlah belajar dari ikan di laut. Biar dikata saban hari menelan air garam, tak ada masalah dengan tekanan darah. Tubuhnya dirancang untuk itu. Menyesuaikan diri.

Penggemar manispun begitu. Mesti pandai menyesuaikan diri. Andai terlanjur kena diabetes, tidak harus menderita. Cuma mesti menyesuaikan diri juga. Legawa mengatur hidup sedemikian rupa.

The Archies menggelitik dengan cerdik lewat lagu Sugar Sugar. Diceritakan, perempuan layaknya gula-gula, semanis madu. Tapi lelaki tak mesti diabetes karenanya. Tak perlu menderita menggemarinya. Lagipula tak semua perempuan semanis itu.

"Pour your sugar on me, Honey!" Lantunan The Archies amat ceria.

Kemudian, jika itu dipandang mengandung potensi bahaya, tetap saja tak tepat untuk mengutuk perempuan. Tak tepat untuk mengutuk Hari Kasih Sayang. Valentine's Day.

03 Februari 2015

Penting

"Kamu kalau mau mengenal saya secara utuh jangan cuma srawung sama keseharian saya saja, tapi baca juga blog saya. Kenali pikiran saya." Begitu cara saya mempromosikan blog sepi pengunjung ini. Membujuk (jika tak mau disebut mengemis) orang agar sudi buat sekedar meninggalkan jejak.

Demikian keras usaha saya meski cuma menuai hasil yang tak seberapa. Tak apa, masih ada pembaca setia. Juga ada banyak cara memaksa orang masuk ke sini. Biarpun cuma sekajap lalu ngacir tak pernah kembali.

Nothing to lose, Man, nothing to lose! (sambil sesenggukan di pojok kamar)

Sudah begitu kemarin berlagak ikut mendaftar Mojok Award. Semacam kompetisi menjadi blog terbaik versi sebuah situs. Bisa ditebak. Boro-boro menang, masuk 50 besar saja tidak. Pemilik blog ini mesti sadar diri. Oh itu saya.

Baiklah, wajar juga karena isi blog ini memang tidak keruan. Semua-mua diceritakan. Sudah mirip laki-laki dalam kencan pertama. Berasa menjadi orang paling penting sedunia. Padahal perempuan di hadapannya sudah lelah menahan lapar. Makannya sedikit. Maklum kencan perdana. Mesti terkesan anggun. Nanti pulang kencan, sampai kos dia masak mie instan.

Saya sendiri tidak mempersoalkan jika akhirnya blog ini berisi ocehan-ocehan tidak penting. Karena saya yakin, makin tidak penting sebuah obrolan maka makin intim hubungan yang terjalin.

Coba, apa di sini ada yang tiap pacaran melulu membicarakan tugas/materi kuliah/pekerjaan doang? Tidak ada. Awalnya saja bicara yang agak berat supaya terlihat pintar. Lama-lama yang dibahas malah seputar guru/dosen/atasan galak, sampai soal upil juga jadi perbincangan.

Jadi demikian intimlah hubungan saya dengan blog ini, maka isinya memang tak ada yang penting. Dafuq.

Tapi saya sadar, Kisanak, mengukur seberapa penting sebuah perkara tidak semudah itu. Perlu obyektivitas tinggi. Butuh rumus yang akurat. Atau setidaknya kesepakatan bersama.

Karena hal yang tidak penting bisa menjadi penting ketika antar pihak sepakat bahwa hal itu penting untuk dibicarakan saat itu. Bahkan jika kesepakatan itu tidak terucap atau tertulis di situ. Seperti soal upil, bisa menjadi penting untuk dibicarakan di waktu tertentu oleh orang tertentu. Begitu.

Tiba-tiba postingan ini menjadi sulit untuk dilanjutkan. Sudah, sudah!

Whatever, Kisanak, apapun. Sebut saja ini cakap-cakap hangat. Meski tak ada yang lebih hangat selain kencing di celana saat kehujanan. Ser!