26 Oktober 2012

Lilin

Saya mulai dengan A Thousand Candles Lighted-nya Endah And Rhesa. 

Pagi ini biasa. Tidak menyala-nyala. Matahari masih dengan gaya khasnya yang agak lambat merayap naik ke atap. Dia menggoda mata siapa saja yang memejam dengan segala alasan. 

Kicau burung juga masih seperti kemarin. Menyanyikan nada-nada sentimentil di sepenuh timeline. Kelas dimulai, atau dilanjutkan. Kelas linimasa. Guru dan murid sama-sama boleh bersuara. Sekedar iseng menggoreskan kapur setelah segelas teh panas pun silakan. Tapi jangan gaduh, masih terlalu pagi.

Saya ingin menyapa sebatang lilin yang tak kunjung padam. Sebuah salam yang rasanya cukup untuk memompa gairah seharian. Lilin itu pernah dinyalakan di samping cangkir kopi dan tumpukan buku di meja kerja saya. Biasanya dia menemani melodi gitar saya sepanjang malam.

Pagi ini saya menemukannya habis meleleh di pintu jendela yang terbuka. Nampak optimis menyambut embun di penghujung Oktober. Sebentar lagi hujan, bisik saya. Hujan sungguhan. 

Saya ragu lilin ini padam. Dia menyala. Masih menyala. Cuma, cahayanya sudah dipindahkan ke tempat lain. Tempat yang ingin dia terangi dengan sinarnya yang hangat. Saya iri, tapi lega. Akhirnya segalanya berada pada tempat yang tepat.

Lima bulan yang lalu, saya yakin lilin ini takkan pernah habis. Saya salah, baru saja saya temukan lelehannya mengirim api yang dia nyalakan sekian lama ke ruang redup entah mana. Dia ditakdirkan menerangi siapa saja yang membutuhkan cahaya, batin saya. 

Saya pernah menawarkan bingkai yang akan menjaga nyala apinya dari apapun yang mungkin memadamkan cahaya hangat itu. Dia menolak. Belakangan saya mengerti; sinarilah sudut-sudut redup yang membutuhkanmu. 

Tak ada api yang dinyalakan sia-sia. Bahkan api neraka pun ditugaskan menerangi hidup manusia. Meski pada saatnya dia harus menghukum mereka yang membangkang. 

Saya tidak yakin apakah ini berhubungan dengan Hujan Bulan Juni-nya Sapardi Djoko Damono. Biarlah saya paksa. Karena Endah And Rhesa telah menyelesaikan lagunya. 

Selamat pagi! Masihkah nyanyianmu senyaring Juni?

Saya tulis buat Teteh Ades Mia Dewi Trisnawati.