18 Desember 2010

Berhenti Menjadi Miskin

Menjadi orang kaya. Saya yakin kalimat tersebut selalu terselip di dalam doa semua orang. Padahal Bob Sadino -seorang pengusaha ternama di Indonesia yg kekayaannya sudah tidak diragukan lagi- berkata “emang enak jadi orang kaya?!”. Bahkan dalam sebuah buku tentang Om Bob dituliskan bahwa dia memilih menjadi miskin. Apapun, kenyataannya dia memang kaya.

Mengapa ada orang kaya? Jawabannya sederhana; karena ada orang miskin. Dua hal dikotomis yg selalu hidup berdampingan. Karena mustahil ada orang disebut kaya jika tidak ada yg disebut miskin atau minimal kurang kaya. Begitu juga seballiknya.

Kekayaan tidak hanya diukur berapa harta yg dimiliki. Tapi juga dibandingkan dengan orang-orang yg lainnya. Misalnya orang dikatakan kaya jika memiliki tabungan minimal IDR 50juta. Ternyata semua orang di dunia mempunyai tabungan paling sedikit IDR 60juta. Sekarang siapa yg miskin?

Hal tersebut mungkin saja terjadi, karena nilai uang terhadap barang/jasa tidak selalu sama. Atau daya beli uang bersifat fluktuatif (naik turun). Banyak yg mempengaruhi. Jika dulu dengan IDR 2000 kita bisa membeli 1 kg beras, sekarang harus membayar IDR 6000 untuk mendapatkan 1 kg beras. Hukum tersebut juga berlaku untuk mengukur kekayaan dengan satuan barang. Jadi, parameter kekayaan adalah perbandingan (ratio), bukan kuantitas. Kualitas aset lebih berharga daripada jumlahnya.

Sekarang saya berani mengatakan bahwa kualitas aset dunia nilainya selalu tetap. Bagaimana bisa begitu? Misalnya kuantitas aset orang kaya berjumlah 10, kuantitas aset orang miskin berjumlah 2, dan harga kebutuhan pada waktu itu 0,5. Jadi totalnya ada 12, perbandingannya 5:1, dan kemampuan aset saat itu bisa digunakan untuk mendapatkan 24x kebutuhan. Sepuluh tahun kemudian aset orang kaya berjumlah 15, sedangkan aset orang miskin 9, dan harga kebutuhan saat itu adalah 1. Mengapa 1? Wajar saja karena harga produk relatif seperti itu (fluktuatif mengikuti zaman). Kebutuhan tersebut tidak harus produk yang sama wujud/layanannya, tapi produk yg sama dibutuhkannya. Jadi total asetnya 24, perbandingannya 15:9, dan kemampuan aset bisa digunakan untuk membelanjakan 24x kebutuhan. Itulah kualitasnya. Kalau dulu orang dikatakan miskin karena pendapatan perbulannya dibawah IDR 100ribu, sekarang IDR 1juta pun jidatnya bisa distempel “MISKIN”. Sementara, itu kesimpulan diambil dengan generalisasi.

Kembali ke topik. Dengan demikian, semakin sedikit aset orang miskin, maka semakin banyak aset orang-orang kaya itu. Karena harta orang miskin yg lenyap akan masuk dalam kantong orang kaya. Siapa yg punya perusahaan-perusahaan besar, pabrik-pabrik, dll? Orang kaya. Dulu orang kaya memproduksi kebutuhan untuk memindah harta orang-orang miskin ke dalam rekeningnya, sekarang mereka lebih lihai lagi dengan memproduksi keinginan. Siapa yg mengkonsumsi produk keinginan? Paling banyak dikonsumsi orang miskin karena jumlahnya lebih banyak daripada orang kaya. Artinya, dengan kita berboros ria mengkonsumsi keinginan, kita telah memperkaya orang kaya, dan yang paling gawat kita telah memiskinkan diri sendiri.

Menurut sebuah temuan, pemilik PT Djarum merupakan orang terkaya di Indonesia. Perusahaan tersebut memproduksi rokok, dan konsumennya paling banyak adalah orang-orang yg lebih miskin –itu pasti. Mengapa dia kaya? Karena produknya laku dan dikonsumsi keras orang-orang yg lebih miskin. Semakin banyak orang miskin mengkonsumsi, semakin kaya pula dia, semakin kere pula konsumennya. Dan masih banyak contoh lain.

Demikian. Maaf kalau ternyata agak susah dipahami. Saya sendiri susah menggambarkan. Yang jelas, aset yg kita hamburkan akan memperkaya orang lain, yg akhirnya akan memperkaya orang yg lebih kaya dari kita. Kesimpulannya, berhenti memboroskan harta untuk memiskinkan diri sendiri. Hidup hemat adalah keputusan bijak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok