20 Desember 2010

Analogi Pandangan Erich Fromm

Kali ini saya akan mencoba mengurai pandangan seorang Psikoanalisis Jerman, Erich Fromm, yg ditulis dalam buku Escape from Freedom. Fromm menjelaskan bahwa “otoritas merupakan hubungan superioritas dan inferioritas.” Jadi, dalam ranah kekuasaan ada yg disebut dengan superior dan inferior. Inilah otoritas. Dan macam otoritas ada 2; Rational Authority dan Inhibiting Authority.

Rational Authority adalah hubungan superior dan inferior atas dasar kehendak baik. Semacam kompetensi timbal balik positif untuk berkembang. Sedangkan Inhibiting Authority merupakan hubungan yg menghambat. Didasarkan pada kekuasaan semata dengan memisahkan moral daripadanya. Meminjam kosa kata Friedrich Nietzsche, akan tercipta 2 golongan utama yaitu tuan dan budak. Golongan tertindas akan semakin diperbudak golongan tuan. Dan dalam hubungan tidak sehat ini golongan budak bisa selamanya menjadi budak tanpa ada kesempatan keluar dari situasinya. Si budak adalah semua yg dikuasai oleh pemilik kekuasaan.

Sebaiknya kita mengingat Rezim Orde Baru yg dikuasai Soeharto untuk menyegarkan pemahaman. Soeharto adalah superior dan rakyat Indonesia adalah inferior. Akhirnya membuat kaum tertindas menumpuk kebencian. Akan tetapi ada kalanya perasaan itu diganti menjadi sebuah kebanggaan –kebanggan tidak rasional.

Agus Santosa, dalam bukunya pernah menuliskan contoh, “tidakkah baik dipimpin manusia super? Apa salahnya mematuhi seorang yg baik dan sempurna?” Pernyataan tersebut adalah manuver kata yg dilontarkan oleh golongan budak yg frustasi. Bisa disimpulkan bahwa pernyataan tersebut merupakan manifesto kekalahan.

Erich Fromm mengatakan bahwa hal ini mempunyai 2 fungsi; “pertama untuk mengalihkan sakit dan bahaya dari perasaan benci, dan kedua untuk mengurangi perasaan terhina” Tendensi seperti itu bisa menjadi kompensasi rakyat yg sudah frustasi.

Jika seseorang masih mengagung-agungkan kekuasaan perbudakan yg lalu, kemudian membandingkan dengan pemeintahan sekarang yg lebih bersih, bisa dipastikan orang tersebut adalah orang yg tidak rasional, atau sama sekali bodoh pengetahuan rasionalnya. Kebanggaan yg begitu adalah pelarian atas frustasinya dengan keadaan yg sekarang tanpa ada optimisme untuk berubah menjadi lebih baik.

Hanya orang bodoh yg mau diperbudak. Dan perlawanan adalah satu-satunya cara menghapus perbudakan. Soekarno, Hatta, Sjahrir, bahkan Tan Malaka dan Musso, mereka melawan untuk memperjuangkan kehidupan yg bebas.

Sebenarnya mereka yg terlalu bangga diperbudak adalah orang-orang yg tidak menyadari bahwa para penguasa hidup dalam menara gading dengan segala kemewahan yg timpang dengan kehidupan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok