23 Desember 2010

Resah Asasi Manusia

Resah itu kembali datang. Kadang aku resah menyaksikan pelanggaran kemanusiaan, kehidupan sosial & politik, ekonomi, dan lain-lain. Kali ini sang resah dibawa kasus klasik dan tertua yg pernah mengusik. Emosional, yg paling asasi, dan juga yg paling dalam.

Aku pernah muak dengan emosi ini. Bukan hanya karena terlalu banyak menyiksa, juga karenanya orang bisa sembarangan menyimpulkan yg mereka tidak benar-benar paham. Dan itu lebih menyiksa dibanding apapun dari emosi ini. Lebih dari sekedar senyum kecut yg pernah ada di wajahku. Yang mereka tidak akan pernah mengerti apa yg dikemas di dalamnya. Mudah saja mata awam menilaiku biru yg sebenarnya tampak abu-abu. Menyebalkan.

Memang semua salahku. Karenaku sendiri. Tapi adilkah anak manusia mengurung saudaranya di dalam sangkar yg jauh dari peradaban. Tidak bolehkah seorang residivis menjadi pahlawan. Setidaknya untuk diri sendiri. Apakah dunia hanya milik orang-orang yg dianggap suci dan menganggap dirinya suci. Padahal (mereka) penghuni black list tidak selamanya tersangka yg hakiki. Hanya kadang mereka gagal menunjukkan kebenaran, karena dipecundangi pembenaran. Hukum memang terlalu alot.

Dengan segala pembenaran yg telah menjadikanku residivis, tidak akan membuatku berhenti berjuang untuk menghapus tinta merah dari dalam rapor kehidupanku dan membuktikan kebenaran yg lebih mulia daripada yg mereka punya. Sabotase dan manipulasi tidak akan menjegalku berlari. Takkan ku biarkan. Karena aku tahu aku punya kesempatan.

Hingga hari ini pun aku masih mengejar kesempatan itu. Dengan lebih hati-hati tentunya. Akan kubuktikan bahwa aku orang yg teguh, prinsipil, berkomitmen, determinis, dan tidak sembarangan.

Aku tidak ingin dunia berubah agar mengubahku, tapi aku ingin berubah untuk mengubah dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok