Saya seorang mahasiswa semester 4 di Politeknik Negeri Semarang. Pernah menulis dan dimuat di Surat Pembaca-Suara Merdeka (lihat). Dengan dimuatnya tulisan saya yang berisi sedikit wacana tentang kota saya tercinta “Cepu”, banyak sekali pengalaman menarik yang menyertainya. Banyak sms dari pecinta komunitas Jateng kepada saya, karena nomor handphone saya dicantumkan dalam identitas penulis. Beberapa hanya sekedar mengucapkan terimakasih, ada yang mengirim sms siang-malam seperti anak muda yang sedang PDKT. Saya sempat berpikir, “Suara Merdeka ini biro jodoh ya?”. Tapi ya sudahlah, setidaknya mereka membaca tulisan saya.
Ada satu hal yang menjadi kebanggaan saya. Beberapa lagi mengirim sms untuk menanyakan ini itu tentang Cepu, kemudian mengungkapkan ketertarikannya pada Cepu. Dalam batin saya berbisik, sepertinya saya sukses memberikan wacana kepada komunitas Jateng tentang kota kecil ini. Karena sesungguhnya memang inilah tujuan saya mengirimkan tulisan ke Suara Merdeka.
Hanya satu yang saya sayangkan, mengapa kebanyakan dari mereka berspekulasi bahwa penulis (saya) adalah seorang yang sudah cukup tua. Premature Guess. Meskipun tidak secara langsung diungakapkan, tapi betapa gamblang terasa dari cara mereka mengirim pesan. Kemudian muncul pertanyaan yang mengganggu saya, apakah harus menunggu tua untuk peduli dan mencintai media seperti Suara Merdeka ini? Tidak bolehkah generasi muda memberikan wacana local dan nasional? Apakah wacana seperti ini hanya hak generasi tua? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena banyak orang tergesa-gesa mengasumsikan bahwa tulisan seperti ini hanya pantas dimiliki generasi tua.
Akhirnya saya tegaskan kepada mereka bahwa saya adalah seorang mahasiswa semester 4 di Politeknik Negeri Semarang. Batin saya, “Rasakan! Ternyata anak muda negeri ini tidak se-cuek yang ada dipikiran banyak orang”. Entah apa yang kemudian ada dalam benak mereka. Harapan saya, agar mereka turut serta memotivasi anak muda negeri ini peduli dengan negerinya.
Generasi muda bukan lagi “boleh” berbicara, tapi “harus” berbicara.
Ada satu hal yang menjadi kebanggaan saya. Beberapa lagi mengirim sms untuk menanyakan ini itu tentang Cepu, kemudian mengungkapkan ketertarikannya pada Cepu. Dalam batin saya berbisik, sepertinya saya sukses memberikan wacana kepada komunitas Jateng tentang kota kecil ini. Karena sesungguhnya memang inilah tujuan saya mengirimkan tulisan ke Suara Merdeka.
Hanya satu yang saya sayangkan, mengapa kebanyakan dari mereka berspekulasi bahwa penulis (saya) adalah seorang yang sudah cukup tua. Premature Guess. Meskipun tidak secara langsung diungakapkan, tapi betapa gamblang terasa dari cara mereka mengirim pesan. Kemudian muncul pertanyaan yang mengganggu saya, apakah harus menunggu tua untuk peduli dan mencintai media seperti Suara Merdeka ini? Tidak bolehkah generasi muda memberikan wacana local dan nasional? Apakah wacana seperti ini hanya hak generasi tua? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena banyak orang tergesa-gesa mengasumsikan bahwa tulisan seperti ini hanya pantas dimiliki generasi tua.
Akhirnya saya tegaskan kepada mereka bahwa saya adalah seorang mahasiswa semester 4 di Politeknik Negeri Semarang. Batin saya, “Rasakan! Ternyata anak muda negeri ini tidak se-cuek yang ada dipikiran banyak orang”. Entah apa yang kemudian ada dalam benak mereka. Harapan saya, agar mereka turut serta memotivasi anak muda negeri ini peduli dengan negerinya.
Generasi muda bukan lagi “boleh” berbicara, tapi “harus” berbicara.
wiiiiihhh......
BalasHapuskerend2....
ini mahasiswa fakultas sastra ya ??
hehehe
Wah. Semasa kuliah dulu lebih banyak belajar Incoterms 2000, bukan sastra.
Hapusgenerasi tua hanya pantas berbicara di waktu lalu..
BalasHapuswaktu skrng, kami (generasi muda) lah pemiliknya..
hha.
Yeah, Indonesia butuh lebih banyak orang yang bersemangat seperti sampean.
HapusTeruslah Berkarya______________________>>>
BalasHapusSepertinya q harus banyak belajar dr mas Cepy heheheeee................
bila da waktu silahkan mampir di blog saya ya mas eheheee........
Baik, terima kasih. Saya juga terus curi-curi pelajaran dari blog yang berkeliaran di rimba maya, termasuk Blog Mas Juwari.
Hapus