01 September 2010

Kado Ulang Tahun Untukku Sendiri

Hari ini usiaku genap 20 tahun, 1 September 2010. Kemarin, sebelum pukul 24.00 aku gamang. Pukul 21.30 segera beranjak tidur dan mematikan handphone. Maklum, pertama kali umur jamakku akan diawali angka 2. Sebelumnya aku meninggalkan status di facebook “Come closer, crawl”. Begitu takut akan kedatangannya, perlahan dan menghantui.. Persepsiku sendiri, dimulai umur 20 lah kita dituntut mutlak menjadi seorang dewasa. Siapkah aku?

Aku bangun pukul 03.10 dan santap sahur bersama keluarga. Aku masih menonaktifkan handphone. Biarlah. Selesai menikmati makan sahur aku segera kembali ke pangkuan mimpi. Lagi. Takut menyaksikan matahari pagi ini.

Ketika terbangun handphone tetap kubiarkan modar. Tidak ingin mendengar atau membaca ucapan penegasan bahwa hari ini aku resmi 20 tahun. Kunyalakan radio. Terpaksa harus mendengarkan ocehan penyiar yg tidak berisi. Bagaimana mungkin orang seperti ini bisa menjadi penyiar radio? Entahlah, barangkali radio hanya membutuhkan mulut cerewet, tidak peduli apa yg diteriakannya. Muak juga aku mendengarkan, dulu radio ini teman setia semasa putih abu. Kini makin sembarangan.

Aku kalah. Matahari bersikukuh semakin tinggi. Aku ditampar kenyataan waktu tidak dapat dihentikan. Sial. Akhirnya mulai berani menyalakan handphone tuaku. Anehnya, aku menyaksikan layar handphone aktif yg tergolek di tangan itu beberapa saat. Seperti menunggu sesuatu. Penegasan? Benar saja pesan pertama mampir. Astaga, dari gadis itu. Keterangan waktu menunjukkan pesan dikirim pada 00.17. Dia. Kemudian beberapa pesan berebut ikut nimbrung di inbox. Tidak kubaca, aku lebih memilih membuka facebook.

Ya Tuhan, di jejaring sosial ini ada lebih banyak lagi ucapan serupa dengan di sms tadi. Beberapa nyelip di message dan post wall, tapi paling banyak langsung terpampang di wall. Mereka senada. Banyak juga ternyata meskipun tidak lebih dari 100. Aku tersenyum. Mestinya aku menyimpan keheranan besar, jumlah temanku di friend list ada 1153 tapi yg bersedia mengucapkan basa-basi ini hanya beberapa puluh, hampir seratus. Inilah kadang aku heran, untuk apa orang-orang itu request FB-ku. Mereka yg tidak mengenalku secara personal. Untuk membuat friend list mereka gendut? Ah negative thinking, barangkali aku terlalu 'ngharep'.

Aku segera meninju jidat ketika menyadari keseragaman pesan teman-teman. Bukan penegasan, bukan. Tapi karena hampir semua dari mereka minta ditraktir. Yg ulang tahun aku, bukankah seharusnya mereka yg menraktirku? Karena mereka mestinya bersyukur masih diberi kesempatan memiliki seorang teman yg ini.

Segera saja kalkulasi jumlahnya. Kuperkirakan yg minta traktir ada 80 orang. Kutekan harga traktiran Rp 10.000,- per orang. Berengsek, delapan ratus ribu. Duit dari mana, aku belum kerja. Masa iya harus minta orang tua. Tidak. Kuturunkan menjadi lima ribu per orang. Ah masih terlalu besar. Ulang tahun yg seharusnya senang, mengapa menjadi susah begini? Sudahlah nanti mereka biar kutraktir alasan-alasan.

Kubaca lagi pesan-pesan itu, kutemukan lagi keseragaman lain. Beberapa orang menyinggung tulisanku. Jadi aku sudah menjadi penulis? Penulis status mungkin.

Teknologi telah mengubah segalanya menjadi sebuah efisiensi dan efektifitas. Tulisan yg dulu hanya dinikmati sendiri dan kalangan terdekat, kini dalam hitungan detik bisa menghiasai layar dunia. Internet memang hebat, sampai-sampai ampuh memprovokasi perseteruan Indonesia dengan Malaysia. Beberapa waktu lalu menyebar video asusila artis top Indonesia melalui internet. Terang saja harga dirinya terinjak habis. Lebih tepatnya dia sendiri yg seolah rela diinjak-injak. Mereka bilang internet kejam, lebih banyak lagi menganggap internet menyenangkan.

Udara Cepu semakin panas, seperti biasa. Kutinggalkan facebook dan membuka SMS. Tepat dugaanku, senada dengan yg lain di facebook. Mereka lebih memilih melalui SMS.

Bapak pulang kerja. Astaga. Membawa banyak buku. Pesananku beberapa hari yg lalu adalah sebuah buku kumpulan cerpen. Tidak kusangka dibawakan sebanyak ini. Lumayan juga ini buku bisa membuatku kenyang di bulan puasa.



Akhirnya harus kusimpulkan sendiri apa yg kualami hari ini. Kita boleh saja takut menghadapi masa depan dengan tanggung jawab lebih besar, tapi waktu tetaplah waktu, harus berjalan dan terus berlalu. Mustahil menafikan takdir. Mau tidak mau kaki harus berpijak pada episode baru yg mungkin lebih indah atau mungkin buruk. Hari ini dan kemarin sama saja, harus tetap berikhtiar.

Kutantang kau Matahari, aku tidak takut menghadapi hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok