20 Februari 2011

Barongan

Kita pernah kebakaran jenggot ketika kebudayaan bangsa kita, Indonesia, diklaim milik bangsa lain. Mulai dari lagu rasa sayange, kesenian reog, dan seterusnya. Bahkan batik tidak luput dari klaim mereka. Padahal batik Afrika terinspirasi oleh batik Indonesia. Untungnya United Nations Education Social and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia. Sekarang kita bias bernapas lega. Tapi jangan terlalu girang, karena masih banyak harta kita yg rawan dari maling. Ingat kata Bang Napi “Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat sang pelaku, tapi juga karena ada kesempatan”. Kalau kita menggembala kambing dengan mengikatnya di tengah hutan lalu meninggalnya pulang, jangan heran kalau kambing kita hilang. Beruntung kalau pelakunya ketahuan.

Sama seperti gembala, kebudayaan kita juga harus dijaga. Tidak cukup dengan dijaga, juga harus dirawat. Misalnya kambing tadi kita buatkan kandang besi dan dikunci dengan gembok khusus rangkap tiga. Akan menjadi sia-sia kalau kita tidak rutin memberikan makan, tidak pernah membersihkan kandang dan kambingya. Kalaupun hidup kambing itu pasti berpenyakitan. Apalagi kalau kita tidak pernah memberikan makan, sudah pasti celaka. Jadi kita wajib merawat kebudayaan kita. Seperti kata orang Jawa “Nguri-nguri kabudayan Jawi.”

Barongan, kesenian yg berasal dari Kabupaten Blora. Nasibnya tidak akan berbeda jauh dengan kebudayaan lain yg diklaim Negara tetangga kalau kita tidak menjaga dan merawatnya.

Agar barongan aman dari incaran maling, kita perlu mencintainya. Salah satu cara mencintai barongan adalah dengan menjadikannya ekstrakurikuler wajib di sekolah-sekolah seluruh Kabupaten Blora. Kemudian diadakan lomba kesenian barongan antar sekolah. Saya pikir inteligensia muda perlu mencintai budaya bangsanya. Biasanya rasa cinta itu akan dibawa sampai tua –bahkan akhir hayat. Tidak melulu dicekoki kebudayaan asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok