08 Agustus 2012

Analogi Kopi

Mari kita membuat kesepakatan dulu di awal supaya tak perlu ada perdebatan soal racikan kopi. Meskipun debat itu cuma ada di masing-masing otak kita. Begini, ikuti aturan main saya. Apa yang saya katakan soal takaran ideal nanti mutlak benar. Sepakat! 

Saya adalah seorang barista. Agak ngeri memang untuk sebutan seorang pembuat kopi. Meski cuma kopi yang biasa dijual di tenda-tenda pinggir jalan atau trotoar. Tapi biarlah, biarkan saya terdengar ngeri. Sesekali.

Untuk membuat kopi yang sedap saya butuh air panas 200 ml, 2 sendok makan gula pasir, dan 1 sendok makan kopi bubuk. Paten. Kalaupun sedikit kurang atau lebih, terampuni. Saya yakin masih sedap. 

Dengan air panas 200 ml saja tanpa gula pasir dan kopi, saya sedang menghidangkan secangkir air panas. Yang namanya panas ya panas. 

Ditambah sesendok kopi bubuk, kali ini saya sedang menyuguhkan kopi pahit. Pahit pokoknya, tidak ada manis-manisnya. 

Dengan memasukkan sesendok gula, lumayan, sekarang terasa lebih "kopi". Tapi tetap kurang sedap. Sesendok gula lagi, nah ini baru namanya kopi yang sedap. 

Sama seperti hal-hal di secangkir kehidupan kita. Ada air panas, yang menghangat, mendingin, atau mungkin mengadem. Mengadem? Ah susah. Pokoknya itulah. 

Di dalam air itu kita sedang memasukkan kopi dan gula. Kadang-kadang kita eksperimental, secangkir kopi tadi sesekali terlalu pahit, juga terlalu manis. Keduanya sama-sama tak sedap. Ternyata terlalu manis itu tak sedap kan. 

Tapi tenang dulu, barista bisa bikin kopi baru. Selamat menikmati kopimu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok