17 Juli 2012

Khawatir

Hidup ini kalau dirasa semakin lama semakin menyenangkan. Ada spot-spot tertentu yang selalu menarik untuk direnungi. Atau malah semua bagiannya menarik. Apakah setelah kematian akan ada bagian lain yang juga menarik? Siapa tahu. 

Seorang bocah laki-laki dulu begitu menggemari sepak bola. Sempat menyicipi disiplinnya organisasi. Mulailah pengalaman demi pengalaman datang dan antre. Beberapa tahun kemudian dia tumbuh menjadi lelaki yang mengenal musik. Dia meninggalkan hal-hal yang dulu digemari, meskipun sesekali dia menyapa ke belakang juga. Sekarang dia berusaha menjadi pria yang jauh lebih dewasa. Dan seterusnya. Begitu menariknya hidup ini.

Kalau boleh saya bilang, hidup ini sesingkat hujan. Banyak yang suka hujan. Beberapa orang menunggu hujan selesai. Tapi sayang hujan tak selalu menyisakan pelangi. Ada malapetaka yang sering mengintai. Banjir, longsor, belum lagi hujan yang disertai angin kencang, badai, petir, asam, dan kejadian alam lainnya. 

Semua itu terjadi bukan sebagai bencana, awalnya. Bukan malapetaka. Tak ada kehidupanpun alam berhak beraksi sesukanya. Hal-hal yang mestinya wajar saja. Tapi karena manusia punya kepentingan, mulailah kita beramai-ramai meneriaki “bencana!” 

Maaf, saya tidak tahu definisi bencana. 

Ilmu pengetahuan semakin berkembang. Pengetahuan untuk gejala yang sudah ada sejak lama. Pengetahuan yang ternyata makin mengkhawatirkan. Maksud saya, makin membuat kita khawatir. Dulu kita tidak tahu ada sebab-sebab kolesterol tinggi. Setelah ilmu pengetahuan mengungkap rahasia di baliknya, orang jadi antipati terhadap makanan berminyak, garam tinggi, bla-bla-bla. Katanya takut hipertensi, serangan jantung, dan sebagainya. Ternyata pengetahuan baru menciptakan kekhawatiran baru. Apakah lebih baik tidak usah diungkap saja supaya kita tidak mati dengan meninggalkan kekhawatiran untuk orang lain? 

“Mati ya mati saja, ndak usah pakai sebab! Kolesterol lah, jantung lah, kencing manis lah, saya jadi susah makan. Pilih makanan sehat kok susah amat! Coba kalau Si-A mati bukan karena penyakit anu, sebabnya ini, akibatnya itu….kan kita ndak khawatir! Kakek-nenek kita dulu mati, ya mati aja. Orang bilang karena tua. Ndak pakai embel-embel batu ginjal, stroke, dan tetek-bengek lainnya.” kata tetangga saya. 

Eh, jangan underestimate! Kamu pikir saya sedang khawatir? Khawatir untuk apa? Khawatir mengkhawatirkan kekhawatiran yang mestinya tak perlu dikhawatirkan? Saya nggak khawatir! Enggak! Tapi….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok