Dua bulan lebih tak mengepos sehurufpun di blog ini. Suwung. Censuok!
Sampean sebaiknya mengira saya sibuk dengan dunia yang fana ini, tak sempat tengok blog. Coba lihat kegaduhan yang makin menggila di negeri tercinta. Siapa lagi yang bisa menjaga keharmonisannya kalau saya tak turun tangan.
Sebetulnya kita boleh mulai cekikikan melihat kedaifan yang terus menerus didaur ulang. Bajilak, kedaifan!!!
Sekejap, ini saya sampai bingung mau kasih tulisan miring. Banyak betul kata tidak baku. Cow-pad!
Jadi begini. Nampaknya beberapa bulan belakang kondisi Indonesia cukup genting. Sentimen negatif atas nama agama ditebar, disirami, dan lebih parah lagi tumbuh subur bagai jamur. Kalau jamur kulit bisalah diolesi Kalpanax, Ultrasiline, atau sebangsanya. Nah ini ‘kan lain. Mumes ndate!
Tapi segala ancaman disintegrasi itu, ndilalah, luntur berkat hal sepele. Telolet. Iya, cuma karena telolet yang bahkan kita kesulitan mendefinisikannya dengan apik. Siapa sangka?
Ternyata kita ini masih solid sebagai bangsa yang meski berbeda-beda tetapi satu jua. Pertama, setelah gempuran bertubi-tubi dari berbagai macam penjuru kita masih bisa bersorak satu barisan mendukung timnas melawan skuat Thailand. Hanya butuh 90 menit untuk membuktikan bahwa Bhinneka Tunggal Ika itu nyata.
Ke dua, ya tadi itu, telolet. Kita bisa tertawa bersama tanpa mempersoalkan apa sikap politik sampean. Telolet tak usah dibebani definisi yang sulit-sulit. Yang penting kita bergembira, dan alhamdulillah-nya kok mendunia. Puji Tuhan.
Sekarang saya percaya Indonesia akan baik-baik saja. Kita punya banyak cara untuk terus menjadi Bhinneka Tunggal Ika.
Maka saya tanggapi enteng saja jika ada yang mendosak-dosakan saya. Om, telolet, Om!