07 Desember 2013

Desember

"If I could bottled the smell of the wet land after the rain..." Suara Adhitia Sofyan mengamini petrichor yang tercium sedari pagi. Harum. Saya masih memutar lagu ini. Entah sudah berapa kali.

Elegi di penghujung tahun. Nyanyian di balik awan hitam. Sampai kapan? "Sampai nanti ketika hujan tak lagi meneteskan luka, meretas duka, sampai hujan memulihkan luka," kata Efek Rumah Kaca, "Aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember..."

Ada setumpuk pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Hutang tak berpiutang. Starlit Carousel, for Something More, merakit Mesin Penenun Hujan, "Hingga terjalin terbang tuk awan..." Denting piano juga falset Frau. Leilani Hermiasih. Begitu manis jemarinya menari di atas tuts hitam dan putih.

Masih ada ribuan baris bar untuk dinyanyikan. Tidak hari ini. Bukan untuk Once Upon A Rainy Day, pada enam nilon Jubing Kristianto, menyambut gelap beriring Sore. Lewat Etalase jendela. Menyaksikan raining out on Sunday. Because, of course this is a lazy funny calm day.

Sebelum hari benar-benar tenggelam. Sebelum angin pujaan hujan berhembus bercabang. Tak ada tempat berteduh sehangat bawah payung perempuan yang sedang dalam pelukan. Sehangat Payung Teduh ini.

Sementara Float memainkan Stupido Ritmo. Biarkan mengapung, karena tiap-tiap pandang tertuju pada gerimis yang dirindu. Merayakan cahaya dengan Waltz di Musim Pelangi. Untuk apa? "Menanti pelangi meski dunia tak lagi terpana..."

Dan lalu, ada yang sedang berbahagia. Ini hari saat dia dilahirkan ke dunia. Desember, hari ke tujuh. Meninggalkan belasan semakin jauh. But, age is just a number. Semoga coklat panas tak terlalu basi untuk berbincang kembali.

Selamat ulang tahun, Ima Dita Ratriana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok