16 Juni 2013

Utuh

Selamat pagi.

Ada orang yang tersinggung tiap mendapat ucapan selamat pagi. Pasalnya dia tidak pernah selamat dari galaunya awal hari.

Iya, orang sekarang lebih suka menghabiskan pagi dengan tekanan katimbang hati lapang. Padahal galau itu enakan menjelang tidur. Dulu juga begitu. Tapi harap maklum. Anomali sedang naik daun. Bukan cuma cuaca, kebiasaan galau juga berhak mendapat emansipasi anomali. Akur.

Para motivator telah gagal. Perlu kerja lebih keras lagi dari guru spiritual untuk meyakinkan manusia era milenium ini, bahwa banyaknya endorfin di waktu pagi akan menentukan debitnya sepanjang hari.

Ajahn Brahm, misalnya. Seorang ilmuwan fisika lulusan Cambridge University yang menjadi biksu di Thailand ini telah menuliskan cerita tentang senyum dua jari di bukunya "Opening the Door of Your Heart" yang terbit dalam 20 bahasa, bahwa senyum paksaan-pun yang dilakukan saat pagi akan membuat kita tersenyum sepenuh hati, sepanjang hari. Sungguhan, bukan lagi paksaan.

Tapi orang belum percaya? Padahal sudah mencoba? Memang perlu kerja lebih keras lagi, Ajahn Brahm.

Dalam Pasukan Galau Pagi, dibagi bermacam-macam peleton. Ada Peleton Galau Asmara, Peleton Galau Ekonomi, Peleton Galau Kesehatan, dan seterusnya.

Persoalan mereka tak selalu tentang serba kurangnya faktor kebahagiaan. Sehingga yang kita tahu cuma galau ujug-ujug datang tanpa aba-aba. Padahal bukan keluarga jelangkung; yang datang tak diundang, pulang minta ongkos. Jelangkung milenium ini galau sampai lupa bawa dompet. Akhirnya dia palak pasukan peleton sebelah buat ngojek. Lhoh? Satu keluarga toh? Keluarga ketemu gede. Oke.

Sebenarnya kita ini bukan ahli galau, tapi ahli grusa-grusu. Buru-buru mengaku galau tanpa menimbang, mengukur, menilik, dan meninjau aspek-aspek lain. Itulah mengapa kita diwajibkan melihat segala sesuatu secara utuh, bukan cuma dari satu sisi.

Sebuah sepatu yang kita lihat cuma dari sisi bawah, mungkin saja kita katakan itu sandal. Lain cerita kalau kita sempat melihatnya secara utuh. Ya dari bawah, atas, depan, belakang, kiri, kanan. Kalau perlu diraba atau dicium. Masih kurang? Boleh dijilat. Kali ini bukan wajib, tapi masuk kategori mubah.

Pada Peleton Galau Uang, contohnya. Di dalam otaknya cuma "uangku kurang". Tidak peduli berapa besar penghasilan. Karena nyatanya orang lebih jago membuat bengkak neraca belanja. Salah satu penyebabnya, tak mau melihat ada orang yang uangnya cuma cukup buat membeli makan 1 porsi sehari.

Orang banyak salah kaprah. Uang dikejar-kejar. Demi kebahagiaan, katanya. Lhadalah! Money is just a factor of joy, not happiness. Kita memang akan bersenang-senang dengan banyak uang. Tapi bahagia? Tunggu dulu. Saya sudah pernah menuliskan bahwa banyak konglomerat berakhir di Rumah Sakit Jiwa.

Mereka kurang tajir apa? Kurang senang apa? BMW limited edition pun tinggal tunjuk. Tapi kebahagiaan? Nah, ini.

Buru-buru galau karena satu hal tanpa melihat hal tersebut secara utuh itu buang-buang energi. Selamat pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok