21 Desember 2012

Jaman

"Kita orang Islam belum mampu menerjemahkan kebenaran ajaran Islam dalam suatu program pencapaian. Antara ultimate values dalam ajaran Islam dengan kondisi sekarang memerlukan penerjemahan-penerjemahan. Dan ini tidak disadari. Di situ mungkin kita akan banyak berjumpa dengan kelompok pragmatisme, tapi jelas arahnya lain. Karena seperti itulah kita menjadi orang yang selalu ketinggalan dalam usaha pencapaian dan cenderung ekslusif.

Terus terang, aku kepingin sekali bertemu sendiri dengan Nabi Muhammad dan ingin mengajaknya untuk hidup di abad 20 ini dan memberikan jawaban-jawabannya. Aku sudah kurang percaya pada orang-orang yang disebut pewaris-pewarisnya." (Ahmad Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam, Catatan Harian, penerbit LP3ES, Jakarta 1981)

Saya muslim (meski pernah dikata-katai; sampeyan ini orang kebatinan atau animisme? kok sepertinya gak kenal Tuhan? -di Twitter), tapi tidak sefanatik (yang mengaku) penerus Kartosoewirjo yang keblinger. Maka sikap keras menjadikan negeri ini negara Islam bagi saya adalah lelucon. Merupakan keputus-asaan prematur yang ke-amrik-amrik-an.

Bahwa sebuah lantai paling bawah bernama lantai 1 (satu) yang menandai kebebasan tanpa diawali lantai 0 (nol) sebagai lapisan yang sudah terbentuk jauh-jauh hari dan sebab itu tidak perlu lagi dihitung, adalah pemahaman Amerika. Berbeda dengan Eropa yang menyertakan nama 0 (nol) sebagai lantai dasar. Meminjam pendapat Slavoj Zizek mengenai Amerika, "negeri yang tanpa tradisi sejarah yang sepatutnya".

Jadi kamu baru saja menjadi Amerika (yang liberal dan kamu benci) dengan mengamini Indonesia sebagai negara Islam. Segala gegar sejarahmu sah dimaknai salah kaprah. Karena kamu lupa pada tradisi sejarah yang sepatutunya di bumi pijakmu.

Kata Goenawan Mohamad, "Kemarahan kepada dunia modern adalah kemarahan kepada perubahan yang makin cepat. Dengan kata lain, kepada sesuatu yang tak terelakkan." Itulah kemarahanmu.

Kartosoewirjo pelopor DI-TII yang menggalang kekuatan membentuk negara Islam, bisa kamu temukan hari ini dalam wujud Rhoma Irama yang mengeluarkan pernyataan tentang keinginannya "nyalon" presiden. Semangatnya pantas kita apresiasi.

Bang Haji tampil menampar kejenuhan kita. Ketika partai-partai kendaraan "nyalon" telah mendeklarasikan capres yang diusungnya, ketika orang sudah tamat membaca panggung panas itu sebelum pentas dimulai, ketika kejenuhan-kejenuhan publik pada lakon tak lagi terkatakan, Rhoma Irama muncul dengan sangat sensasional.

Khusus bagi muslimin-muslimat, sunnah rosul adalah apa yang terjadi dulu. Jangan kelewat syar'i tapi lupa inti. Jangan mengaku penerus nabi tapi tidak mewarisi spiritnya. Itu sunnah dalam pemahaman saya.

Tentang Rhoma Irama, Putu Setia menulis, "Bang Haji, tetaplah tampil untuk selingan di tengah karut-marut politik ini. Namun pada saatnya nanti, ketika pertarungan berebut jabatan presiden tiba, lupakanlah niat jadi capres itu. Zaman sudah berubah."

Jaman sudah berubah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok