09 Maret 2017

Receh

Sebenarnya sudah lama saya berniat menarik diri dari pembicaraan tentang agama secara spesifik. Terutama di FB yang gaduh oleh komentar.


Tapi belakangan saya iseng main-main di platform yang didirikan Mark Zuckerberg itu. Semata-mata untuk menyalurkan keusilan saya, jujur saja. Dan kesan saya tentang FB tak berubah.


Kegaduhan bukan monopoli FB. Akhir-akhir ini Twitter juga riuh oleh buzzer (sebagian orang menerjemahkan itu "pendengung") politik. Yang menarik, ternyata semua yang ramai ini berkenaan dengan agama. Termasuk keisengan saya di FB pun.


Sekarang saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk membuat keramaian. Apa? Kuncinya jangan sepi. (Hihi)


Saya ingin kembali menikmati internet dengan gayeng melalui hal-hal receh seperti joke jayus di atas. Bukan mengurusi bentuk bumi yang domain ilmu pengetahuan itu. Meski yang dibangun melalui teori konspirasi memang selalu nampak hebat. Saya khawatir ilmuwan sungguhan akan membuat kaos bertulis "science is dead" karena frustasi.


Ilmu pengetahuan tak berlawanan dengan lelucon, bukan itu poin saya. Bahkan di National Geographic Channel ada program Science of Stupid. Isinya video-video tentang insiden konyol yang dijelaskan secara ilmiah bagaimana kekonyolan itu dapat terjadi.


Di Indonesia ada program serupa bernama CCTV di Trans 7. Beti, beda tipis. Isinya didominasi oleh video insiden. Jika Science of Stupid memberikan penjelasan ilmiah, maka CCTV cukup mengomentari video-video itu. Persis seperti keahlian kita.


Sebagai netizen sebaiknya jangan lupa bahwa kita dibesarkan oleh receh demi receh konten. Kalaupun harus mengomentari, rasanya kita lebih cocok menjadi CCTV ketimbang Science of Stupid. Akan lebih asyik.


Maka tak berlebihan kiranya jika kita menimbang gerakan make-internet-receh-again. (After-Trump)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok