01 Mei 2011

Ke-CINTA-an

Cinta. Obyek yang akan selalu menarik untuk diperbincangkan. Untuk semua kalangan, semua umur, dan semuanya. Sejarah tidak akan menghapus nama Kahlil Gibran dari halaman ke-cinta-an. Seorang yang -mungkin- dianggap paling mengerti tentang cinta. Karya-karyanya diabadikan dalam lembar bahkan eksemplar komersial. Pencinta pada generasi berikutnya tidak henti memuja teori-teori cinta Gibran. Akibatnya, dengan ngawur dan buru-buru orang melakukan generalisasi. Terciptalah stereotipe pencinta masa kini. Seenak kepalanya saja.

Beberapa orang menolak teori percintaan Gibran dengan teorinya sendiri. Orang lain menolak teori tadi, dan ditolak lagi oleh orang yang berbeda, dengan teori yang berbeda pula. Semua merasa paling benar karena masing-masing menawarkan dalil dari pengalaman pribadi. Menceritakan apa yang sungguh-sungguh telah dialami. Bukan begitu tapi begini.

Seorang pengamat ke-cinta-an mestinya mengenal nama Plato. Filsuf Yunani yang kemudian sangat berpengaruh bagi perkembangan peradaban. Plato memperkenalkan definisi cinta yang agaknya teramat luhur dan nyaris mustahil mendapati yang demikian. Cinta yang murni atas cinta, terlepas dari embel-embel apapun yang merusak makna cinta -birahi misalnya. Kini dikenal sebagai cinta Platonik.

Definisi Plato sepertinya diamini Soe Hok Gie. Seorang cendekiawan yang cukup radikal dan tidak kenal kompromi:
"Perkawinan bagiku identik dengan perhubungan kelamin. Jadi identik pula dengan nafsu. ... bagiku tak ada tujuan perkawinan buat apa yang disebut cinta dengan variasi-variasinya yang nonsens. ... Bagiku cinta bukan perkawinan."
Beberapa tahun kemudian dia mengubah keyakinannya sendiri:
"Kurang lebih 1-2 tahun yang lalu aku yakin bahwa cinta = nafsu. Tapi aku sangsi akan kebenaran itu. Aku kira ada yang disebut cinta suci. Tapi itu akan cemar bila kawin. ... Kalau aku jatuh cinta aku tak mengawininya."
Tentu saja ini menjadi teori yang paling banyak ditolak. Bagaimana mungkin seseorang bisa tetap mencintai tanpa alasan-alasan. Tapi mudah-mudahan kita masih menyimpan cinta luhur ini. Setidaknya kamu cinta juga pada orangtuamu, saudaramu, negerimu, umat manusia, dirimu sendiri, dan seterusnya. Semua hal mudah saja menjadi loveable dengan kekuatan mindset kita. Tidak perlu repot-repot mencari pembuktian atas "nothing's impossible".

Tapi buanglah cinta platonik dari kisah romansamu bersama pendamping hidup yang kau pilih. Cinta platonik tidak layak berlaku bagi sejoli yang telah mengikat janji dalam pernikahan. Kamu (yang muslim: lelaki islam) pasti tahu kamu diwajibkan menggauli isterimu. Dan kamu (wanita) berhak mendapatkan itu. Baca, dan lupakan.

Dari sekian banyak teori ke-cinta-an, ada pernyataan yang paling sering disebut dalam forum cinta. Love is blind "cinta itu buta". Saya sepenuhnya menolak keyakinan tersebut. Pertama, karena manusia dianugerahi kemampuan logika yang tinggi. Kedua, bukan "cinta itu buta", tapi cinta itu bisa membutakan. Kamu tidak mungkin mencintai seseorang dengan memejamkan seluruh alat analisamu. Minimal otakmu lah yang pertama bekerja dan bereaksi.

Dia memang tidak putih dan berambut lurus, tapi dia ramah. Dia tidak pandai atau aktif, tapi dia jujur. Dia bukan anak pejabat apalagi bangsawan, tapi dia berjiwa besar. Dan lain-lain.

Itu artinya kamu belum buta. Akan selalu ada alasan kita mencintai seseorang. Bohong kalau tidak. Logika membuka jalan kita untuk senantiasa realistis. Kadang kita menilai seseorang "materialistis", sebenarnya kamu kurang jeli. Dia hanya realistis.

Tapi cinta memang bisa membutakan. Kamu bisa dengan mudah menggadaikan harga diri. "karena cinta" katamu. Seseorang bisa membunuh sahabatnya karena dibutakan cinta. Hal-hal bodoh dan bullshit. Bukan cinta yang salah. Kegoblokannya saja yang terlanjur mengakar.

Berhentilah mempercayai penyanyi-penyanyi idolamu. Lirik cintanya memang meyakinkan. Tapi itu semua hanya akan membuatmu se-mellow mereka, se-fanatik mereka, se-maniak mereka, se-apatis mereka, se-menyedihkan mereka, seperti mereka.

Dengarkan apa pendapat orang-orang lain, pahami lalu lupakan. Karena kamu akan menemukan cintamu di dalam dirimu sendiri. Satu pesanku, keputusan yang paling bijak adalah memaknai cinta sepositif mungkin.

Definisi cintaku benar bagiku, definisi cintamu benar bagimu.