05 Maret 2016

Kado

Entah ini cuma terjadi di saya atau pada orang lain juga. Tapi jujur saja, bukan perkara mudah memilih kado pertama untuk perempuan.

Kesulitan saya berangkat dari apa-apa yang ada di kepala. Mulai dari kebingungan apakah harus benda fungsional atau emosional, hal umum atau khusus (ini biasanya identik dengan yang "spesial" meski tak melulu begitu), materi atau non materi, bla-bla-bla banyak sekali.

Setelah dapat pilihan terbaik (sebelum diwujudkan), masih ada saja yang menjadi soal. Yaitu kekhawatiran tentang apa yang akan menjadi kado selanjutnya.

Maksud saya begini. Kalau saat ini saya beri dia kado terbaik, lalu di momen yang celebrate-able berikutnya mesti memberi kado apa lagi? Rasanya tak mungkin harus menurunkan kualitas dari yang terbaik menjadi sekedar baik.

Kualitas di atas bukan ihwal mutu benda, melainkan bobot pilihan berdasarkan konteks saat itu. Secara sederhana; nilainya, bukan harganya.

Belum selesai dengan semua berondongan itu, saya buru-buru disergap kecemasan baru. Mengenai beban yang ditimbulkan dari kado tadi. Apakah benda itu akan membebaninya untuk menemukan kado balasan yang mungkin saja sama sulitnya?

Padahal tidak ada maksud, boleh di-high-light, tidak ada maksud mengharapkan kado balasan. Tak ada laki-laki yang mengharapkan kado balasan.

Kurang lebih saya berada dalam satu barisan dengan makhluk Mars yang menganut tradisi lama. Di mana lelaki lebih suka memberikan kado yang baik, tetapi tak menginginkan kado balasan. Pesan ini terangkum dalam kisah Adam & Hawa dengan persembahan buah khuldi.

Laki-laki lebih suka diurusi dalam lingkup domestik. Apakah itu dengan si perempuan memasak nasi goreng untuknya, menyiapkan keperluan kerjanya, atau sekedar teh hangat di sore hari sambil berbincang tentang film yang akan tayang di bioskop Sabtu depan.

Percayalah, masih banyak lelaki yang menyukai itu ketimbang benda-benda pemberian. Soal memberi kado biar jadi domain kaum Adam meski harus berpikir setengah mati.

Tapi toh jika terdesak mentok tak punya ide, masih ada warisan pendahulu kita seperti bunga, coklat, boneka, dan lain sebagainya yang relevan sepanjang zaman.

Akhirnya, biarpun tak terlalu tepat sasaran, paling tidak tulisan ini cukup mewakili apa yang tak seluruhnya bisa saya uraikan.

Tak semua dapat diringkas menjadi kata-kata seberapapun panjangnya. Persis seperti perempuan yang merayakan ulang tahunnya hari ini, Anggraeni Murdiastuti.

Happy birthday, Eni, thanks for being you.