01 September 2016

Anniversary

Birthday berarti hari kelahiran. Kita serap ke dalam bahasa pergaulan menjadi hari ulang tahun. Meski dalam bahasa Inggris ulang tahun lebih sepadan dengan anniversary ketimbang birthday.

Biarlah, terlanjur enak di lidah.

Bagi setiap orang yang berulang tahun, entah sebaiknya bergembira atau bersedih-atau ke duanya. Bolehlah bergembira sebab telah mendapat kesempatan menghirup udara lebih lama, menempa pengalaman lebih banyak, mengalami hidup lebih panjang, dan seterusnya-dan seterusnya. Tapi apa yang mesti dirayakan jika "hidup adalah penderitaan", seperti kata Buddha? Bukankah semakin lama hidup kian menderita?

Hari ini tanggal kelahiran saya. Tapi setelah membaca paragraf di atas saya harap tak ada yang minta traktiran. Cukup ucapkan selamat saja, tak apa-apa. Kado juga saya terima. Paling sedikit doakanlah kebaikan. Saya tidak memaksa. Tapi kalau bisa jangan berhenti di kamu, klik like, share, dan katakan amin.

Eh, maaf, maaf.

Kekasih saya adalah orang pertama yang mengucapkan selamat. Atau, dia ingin menjadi yang pertama. Beberapa jam sebelum tanggal 1 dia katakan, takut ketiduran kalau harus menunggu tengah malam. Maklum pelor, nempel molor. Walhasil dia curi start 3 jam.

Pasangan muda lainnya merayakan ulang tahun kekasihnya dengan kejutan tengah malam. Mengetuk pintu, kue, lilin, balon, nyanyian, bla-bla-bla. Kami tidak. Jarak "ibu kota - ujung Indonesia" ini bukan perkara seremeh temeh itu.

Lilin tengah malam? Huh, yang benar saja.

Orang pertama yang mengirim ucapan via WA hari ini adik saya, Pita (Dyah Puspita Ningrum). Yang pertama mengirim di dinding FB saya Momon (Roro Halif Nureviana). Yang pertama menjabat tangan dan mengucapkan langsung Irene. Disusul yang lainnya.

Tapi kita bukan kecap, maunya yang nomor satu. Tak menjadi yang paling awal tak jadi soal. Yang penting cek IG kita ya. Halah saya ini bicara apa.

Mungkin beginilah tingkah remaja yang menginjak 17 tahun. Ada amin, Saudara?

***

Catatan tambahan (edit):

Nama kekasih saya Anggraeni, biasa dipanggil Eni. Saya bikin catatan tambahan ini karena dia protes kenapa namanya tak tertulis di postingan di atas.

Padahal 'kan namanya sudah tertulis di hati saya ya. Halah.

Eni juga menjadi orang terakhir yang mengucapkan selamat dan doa pada saya, entah ucapannya yang ke berapa di hari itu. Hingga menjelang tengah malam, hingga hampir habis tanggal satu.

Ya, kita tak harus menjadi yang pertama. Kita bisa menjadi yang menemani hingga akhir. Terima kasih, Dik Eni!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Kopi Kothok