24 Desember 2015

Maulid

Selamat memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang menurut kalender matahari tepat hari ini (24-Des-15). Di kalender yang sama, besok (25-Des-15) diperingati sebagai hari kelahiran Yesus Kristus. Bagi yang tidak percaya ya sudah, tak usah dijadikan masalah. Keyakinan haruslah menjadi domain pribadi. Kata siapa? Kata saya barusan.

Dengan begitu pada tataran tertentu seseorang mesti tak mudah mengurusi ibadah orang lain. Dia yakin sembahyang harus begitu-begini, di orang lain bisa meyakini caranya sendiri. Tuhan tak menunjuk satupun dari kita menjadi tim penyeleksi penghuni surga. Jadi, sudahlah, ya akhi wa ukhti.

“Saya sudah selesai pada hal-hal seremonial!” Seorang kawan terbahak-bahak mendengar ini.

Betapa menyedihkan kita sekalian. Hidup di tengah masyarakat yang religius tapi penuh kutukan. Mengucapkan selamat pada orang beda keyakinan saja didosa-dosakan. Seolah yang lain haram masuk surga. Nanti kalau surga sepi bagaimana? Sampeyan mau sendirian di sana? Yakin takkan bosan?

Mudah-mudahan ada yang sempat menulis buku “Di Surga Sendirian”.

Dipikir enak apa di surga sendirian? Enak? Saya juga belum pernah ke sana. Tapi kata banyak cerdik cendikia, orang cenderung tak betah berlama-lama di satu posisi. Kita mudah jenuh, maka perlu variasi. Kadang di bawah tak apa, tapi kalau bisa ya di atas terus saja. Jadi bayangkan saja sudah sendirian, di situ-situ melulu, seperti apa rasanya?

Sebagai contoh, misalnya khittah Jogja adalah kota berhati mantan nyaman. Misalnya saja. Kota di mana bertahta setangkup haru dalam rindu. Muara segala kenangan. Tapi coba sampeyan tinggal sebulan saja di Jogja sendirian. Enak? Coba itu tanya ke anak-anak kosan yang saban akhir pekan kebelet pulang ke kampung halaman lantaran ditinggal kawan-kawannya keluar kota. Merana.

Oh ya, menambahkan sedikit. Dibandingkan Senayan, Jogja jauh lebih baik dalam hal mencetak mafia. Mafia Pathok.

Memang terlalu jauh jika membandingkan surga dengan Jogja. Analogi sekenanya. Berbeda pula antara Maulid dengan Natal, setidaknya ditilik dari sudut pandang keyakinan yang berkepentingan. Yang satu dihitung berdasarkan penanggalan bulan-qomariyah, yang lain berdasarkan penanggalan matahari-syamsiyah. Yang satu dipercaya sebagai hari kelahiran nabi akhir zaman, yang lain dipercaya sebagai hari lahir sang juru selamat. Kalaupun tak dipercaya secara akurat terhadap penunjukan tanggal, paling tidak diperingati. Tapi bukan di situ masalahnya, melainkan obsesi terhadap kebenaran dari yang lainnya-yang berbeda.

Padahal, kebenaran hanya ada di langit, meminjam kata-kata Soe Hok Gie.

Kita sudah terlanjur dilahirkan berbeda-beda. Sampeyan pesek, yang lainnya mancung. Sampeyan keriting, yang lain lurus. Sampeyan yakin sampeyan ganteng atau cantik, yang lain tak yakin. Tapi kita selalu punya kesamaan untuk menyatukan barisan. (Bahasamu, Kang!) Kita punya cinta yang sama untuk membangun rumah tangga merawat semesta.

Akhiru kalam, siapapun yang diyakini lahir 12 Rabiul Awal, dan juga yang diperingati 25 Desember sebagai hari lahirnya, salamun yauma walid!

12 Desember 2015

Hujan

Postingan di bulan Desember begini mestinya panjang lebar. Mengingat ada sebelas bulan berlalu yang patut dievaluasi. Barulah dapat diperas menjadi sebuah atau dua buah atau lebih resolusi. Resolusi mental.

Sebelum melanjutkan mari dengar lagu Efek Rumah Kaca ini, "Sehabis hujan di bulan Desember..."

(Itu baca, bukan dengar!)

Bulan yang basah, kanan (right)? Sebasah korporasi-besar-pengeksploitasi-alam-Papua bagi pejabat yang gajinya dibiayai pembayar pajak itu. Karena di lahan basah maka ia minta jatah. Main air.

Apakah drama politik di negeri ini tak lebih melelahkan ketimbang sinetron atau FTV? Saya tanya. Politisi kita (kita?) memang punya rasa humor yang baik. Sekarang, apa kita sudah boleh menjadi golput?

APBN kita banyak dihamburkan untuk perkara yang sia-sia. Termasuk di antaranya untuk membiayai perbaikan aspal yang rusak akibat terbentur kepala pengendara motor tak pakai helm. Sayang.

Desember bukan akhir. Ia meneteskan air yang menghidupi hari-hari berikutnya. Ada kawan yang bergembira sebab rumput tak lagi langka. Pakan sapinya kini berlimpah. Dan, hujan di bulan Desember akan terus menyirami tunas-tunas lainnya.

Akhir tahun ini, menyambut tahun yang baru, saya akan melihat bajaj lagi. Di Jakarta, kota yang sumpek itu. Ya. Still not real sure what I am going to do. Tapi, siapa tahu ini menumbuhkan tunas baru. Menghidupi hari-hari berikutnya. Ya.