05 Februari 2014

China

"Sebegitu pentingnya kah China di hidupmu?" Tanya seorang teman. Well, bahkan saya tidak yakin ini penting dibicarakan. Tapi blog ini kan isinya memang kurang penting.

Awalnya saya iseng tanya pada teman tadi, apa dia keturunan China. Jika diperhatikan penampakannya memang agak chinese. Patokan saya sederhana: dia sipit. Seperti saat bertemu orang sipit di Kalimantan, hampir bisa dipastikan dia ada darah Dayak yang juga China moyangnya.

Singkatnya, orang Indonesia yang bermata sipit patut diduga keturunan China -entah yang ke berapa.
Lalu, apakah China penting di hidup saya? Saya tidak tahu, tolong jangan paksa. 

Selamat untuk teman saya yang berhasil membuat pertanyaan sulit itu. Yang saya tahu orang sipit ada di mana-mana.

Di Semarang ada tempat bernama Semawis yang isinya serba chinese. Makanan, musik, suasana, dan tentu orang-orangnya. Surga hal-hal bernuansa China.

Di tiap kota hampir selalu ada kawasan Pecinan. Paling tidak, ada toko yang pemiliknya keturunan China. Memang terkenal lihai dalam berdagang. Banyak yang jadi pengusaha.

Malah ada yang jadi aktris Hollywood. Lucy Alexis Liu, salah satunya. Semoga situ pernah nonton Charlies Angel.

Atau di dunia musik. Ada Herman Li, gitaris Dragon Force. Dia kelahiran Hongkong, yang juga keturunan China. Dan sipit pastinya.

Bahkan di barat sana, Asia identik dengan China. Asal sipit (chinese), ya itu Asia.

Pokoknya, China meraja lela.

Baru-baru ini popularitas China meroket, mengalahkan Amerika (US). Teknologi yang ada di Amerika, ada juga di China. Kemudian dikembangkan lebih jauh lagi. Secara finansial jangan tanya, China bisa jadi negara paling gagah di dunia. Apalagi dengan global market yang lebih mudah menembus batas ruang. Tunggu saja sampai tiba waktunya.

Saya ingin mundur jauh ke tahun '60. Barangkali masih ada di kepala soal Soe Hok Gie. Barangkali para mahasiswa sempat mendengar nama atau catatan hariannya yang dibuku & terbitkan oleh LP3ES. Buku itu berjudul Catatan Seorang Demonstran. Tebalnya 200-an halaman.

Di dalam buku itu Gie bercerita tentang ke-China-annya. Termasuk soal teror surat kaleng bernada sentimentil yang rasialis kepadanya. Dia merupakan salah satu orang penting di balik turunnya Soekarno yang pemerintahannya sudah tidak sehat waktu itu. Dia juga kritikus paling pedas terhadap orde baru. Dia idola mahasiswa (dulu zaman saya kuliah).

Terakhir, Gie meninggal dunia di Mahameru pada akhir '69. Menghirup gas beracun bersama kawan pendaki gunung, Idam Idrus.

China. China. China. Ah, banyak cerita soal China.

"Carilah ilmu sampai ke negeri China!" Kata Muhammad SAW. Kenapa China? Kenapa bukan Roma? Atau Mesir? Atau malah Nusantara? Kenapa? Pasti ada rahasia.

Baiklah, karena dianjurkan belajar sampai ke China, saya akan mempelajarimu. Supaya kamu jadi penting di hidup saya. Uhm... Kamu kan ke-china-china-an. Pasti ada rahasianya.

(Sambil pegang foto Dian Sastro)